Sementara itu, di negara-negara berkembang, antara lain Indonesia, pesepak bola muda sudah dituntut untuk juara.
Akhirnya, mereka main mati-matian dalam setiap kejuaraan. Timo menuturkan, pembinaan yang salah itu akan terlihat titik lemahnya saat anak-anak tersebut beranjak remaja dan dewasa.
Di negara-negara maju, pembinaan terus berkelanjutan dari usia muda, remaja, hingga dewasa. Sedangkan di negara berkembang, seperti Indonesia, pembinaan umumnya tidak berkelanjutan.
Para pemain muda berbakat itu akhirnya redup saat remaja dan dewasa.
President Director SKF Indonesia Shyam Datye juga menilai, juara bukanlah hal utama dalam kejuaraan usia muda.
Baca Juga: Liga Kompas Kacang Garuda U-14 - Momentum Tapaki Jalan Terjal
Jika juara, itu merupakan hadiah karena permainan yang baik. Namun, hal yang lebih penting adalah kesempatan belajar dan menimba pengalaman.
Itu salah satunya misi dari Piala Gothia yang setiap tahun diikuti sekitar 1.700 tim dari seluruh dunia.
Saat itu, bercampur semua budaya dari semua belahan bumi. ”Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk anak-anak belajar, dari belajar ilmu sepak bola dari pemain negara-negara lain hingga belajar mengenal budaya-budaya baru,” kata Datye.
Tim LKG-SKF Indonesia akan berpartisipasi pada kategori Boys 15 di Piala Gothia. Tim itu diperkuat oleh 18 pemain terbaik dari Liga Kompas Kacang Garuda U-14 musim 2018-2019. (DRI)
Tulisan ini telah terbit di Harian Kompas pada 1 Juli 2019 (Kompas DRI). Liga Kompas Kacang Garuda disponsori oleh Kacang Garuda.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Kompas |
Komentar