Saya pikir contoh ini sangat bagus. Mereka punya rivalitas, tapi bisa bersama. Kita fight di lapangan, semua mau menang. Tapi selesai pertandingan harus selesai, friend.
Harus terima kamu menang atau kalah atau seri. Saya harus terima sebagai pelatih, kamu harus terima sebagai penonton.
Hari ini kami menang lawan Persib, lawan sangat mau menang, tapi tak bisa cetak gol hari ini.
Ini sepak bola, ketika selesai semua harus terima. Dari media, manajemen harus dekat dengan ketua suporter buat ini lebih bagus ke depannya.
Sepak bola luar ada istilahnya bubble match. Polisi mengawal ketat suporter tim tamu untuk bisa datang ke markas klub rival. Di Indonesia bisa seperti ini coach?
Saya pikir bagus waktu polisi bisa jaga, biar tak ada masalah itu bagus. Saya juga 2003 datang ke Persebaya.
Kompetisi pertama saya di Indonesia adalah Piala Emas Bang Yos, saya di Persebaya melawan Persija.
Kami kalah penalti, tapi tribune ada oranye (The Jakmania) ada bonek juga. Penuh di sana. Saya datang ke Indonesia, stadion besar sekali dan penuh dan ada dua kelompok suporter.
Sebelumnya bonek juga tak bisa ke Lamongan (bonek pernah bertikai dengan LA Mania, suporter Persela Lamongan).
Tapi sekarang saya lihat bonek sudah bisa (datang ke Lamongan karena keduanya sudah berdamai). Ini mungkin contoh buat yang lain.
Seperti yang kamu bilang, polisi harus benar-benar siap buat situasi seperti ini, tapi lebih bagus dari kejadian sebelum waktu suporter tak boleh datang, lalu satu-dua orang datang sendiri.
Kamu sudah tahu yang meninggal, dipukul (berkaca dari kasus Haringga Sirla, The Jakmania yang meninggal di Bandung pada 2018). Saya pikir harus berubah.
Tapi, semua harus jalan dari PSSI. PSSI harus berpikir banyak untuk perbaiki situasi ini.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar