BOLASPORT.COM - Kiprah pebulu tangkis asal Spanyol, Carolina Marin, mendapat sandungan pada awal tahun 2019 karena cedera yang dia alami. Namun, dia masih bisa bangkit pada tahun yang sama.
Carolina Marin membuka tahun 2019 sebagai pebulutangkis tunggal putri nomor satu dunia.
Malaysia Masters 2019 menjadi turnamen perdana pemain berusia 26 tahun tersebut.
Dia menjadi runner-up setelah kalah dari Ratchanok Intanon (Thailand).
Tak puas hanya jadi finalis, Marin melanjutkan langkah ke Indonesia Masters 2019.
Lagi-lagi, Marin tampil cemerlang. Atlet kelahiran Huelva tersebut melangkah ke babak final dan bertemu wakil India, Saina Nehwal.
Tidak ada yang menyangka partai final tersebut mengubah momentum Marin sepanjang tahun.
Baca Juga: Jonatan Christie dan Anthony Ginting Disebut sebagai Contoh Kerja Keras bagi Tunggal Putra Malaysia
Marin tengah memimpin 10-3 pada gim pertama ketika dia mengalami cedera dan harus mundur dari tengah laga.
Peraih medali emas Olimpiade Rio 2016 itu didiagnosis mengalami cedera anterior cruciate ligament (ACL).
Cedera parah di bagian lutut tersebut membuat Carolina Marin harus absen selama delapan bulan.
Akibatnya, Marin kehilangan kesempatan untuk mengikuti turnamen-turnamen penting.
Termasuk di antaranya adalah All England Open 2019 dan Indonesia Open 2019.
Dua turnamen tersebut merupakan turnamen BWF World Tour Super 1000 alias dua dari tiga turnamen dengan level tertinggi.
Bukan cuma itu, Marin pun harus absen pada Kejuaraan Dunia 2019 dan tak bisa mempertahankan titel yang ia raih tahun sebelumnya.
Ranking pebulu tangkis kidal itu pun jatuh. Marin sempat terlempar hingga ke peringkat 25 BWF pada Agustus 2019.
Dia bukannya berdiam diri menunggu kepulihan.
Masa absen selama delapan bulan ia lewatkan dengan rehabilitasi dan latihan.
Usai menjalani operasi, Marin langsung kembali berlatih dengan raket dan kok meski harus melakukannya sambil duduk di kursi dengan berselonjor.
Ia juga harus melakukan latihan fisik untuk memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan mobilitas kakinya.
"Saya sempat menangis saat tahu saya mengalami cedera ACL karena harus absen lama, tetapi setelah itu saya tahu harus berhenti berpikir negatif," ucap Marin dalam wawancara dengan program Badminton Unlimited BWF.
"Objektif saya tetap sama, jadi saya harus berpikir positif meski itu momen yang sulit," tuturnya melanjutkan.
Harus menggunakan tongkat selama tiga bulan dia jalani, meski sebenarnya Marin tak betah.
"Tidak boleh bergerak banyak adalah hal yang sulit karena saya tidak bisa diam, tetapi mau bagaimana lagi?" ujar Marin.
"Saya harus bersabar karena butuh waktu sampai saya bisa bergerak aktif. Setelah pulih, saya sudah merasa kuat dan ingin menang," kata Marin lagi.
Sikap telaten Marin dalam memulihkan cedera berbuah positif.
Dia melakukan comeback pada Vietnam Open 2019 pada September lalu.
Marin kalah pada babak pertama dari Supanida Katethong (Thailand) via straight game.
China Open 2019 menjadi turnamen keduanya setelah kembali ke lapangan.
Lawan berat sudah menunggu Marin pada babak pertama yaitu salah satu andalan Jepang, Nozomi Okuhara.
Marin berhasil menang dan melaju ke babak kedua.
Langkahnya tak terbendung dan mencapai babak final untuk bersua salah satu pesaing terberatnya, Tai Tzu Ying (Thailand).
Duel sengit tak terhindarkan. Marin dan Tai bertarung hingga gim ketiga sebelum Marin menang 14-21, 21-17, 21-18.
Kemenangan pada China Open 2019 seperti menambah semangatnya.
Ia lalu melaju ke semifinal Denmark Open 2019, dan menjadi finalis French Open 2019.
Hanya saja, Marin gagal juara usai ditaklukkan pemain muda Korea Selatan, An Se-Young.
Dia lalu berlaga di Fuzhou China Open 2019, tetapi ganti ditaklukkan Tai Tzu Ying pada babak pertama.
Tahun 2019 Marin berakhir happy ending setelah dia menjuarai Syed Modi International Badminton Championships, akhir November lalu.
Marin menang dua gim langsung 21-12, 21-16 atas Phittyaporn Chaiwan (Thailand).
Marin sudah berada pada peringkat ke-10 dunia hingga 23 Desember 2019,
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | BWF |
Komentar