BOLASPORT.COM - Kisah sukses Indonesia pada Olimpiade memang tak bisa lepas dari nama Susy Susanti. Pebulu tangkis kelahiran Tasikmalaya, 11 Februari 1971 ini menjadi atlet pertama Indonesia yang meraih medali emas Olimpiade.
Pada laga final Olimpiade 1992 di Barcelona, Susy mengalahkan Bang Soo-hyun (Korea), dengan skor 5-11, 11-5, 11-3.
Kekalahan pada gim pertama sempat membuat Susy merasa heran, mengapa ia bisa diatur oleh lawan.
Padahal, Susy unggul jauh pada catatan rekor pertemuan dengan Bang. Saat memulai gim kedua, Susy berpikir keras, apa yang mesti ia lakukan. Maklum saja, kala itu pemain tidak boleh didampingi pelatih saat bertanding.
"Jangankan mendampingi, kalau teriak saja dari bangku penonton, bisa disuruh keluar stadion. Jadi benar-benar harus berpikir sendiri," kata Susy dilansir BolaSport.com dari Badminton Indonesia.
"Lalu saya coba, dan akhirnya bisa ke gim ketiga. Dari sini saya mulai yakin, saya lebih unggul fisiknya, dia enggak pernah menang lawan saya kalau rubber game. Ibaratnya saya ini mesin diesel, makin lama, makin panas," ucap Susy bercerita.
Setelah berhasil memenangkan emas pertama untuk Indonesia, hal pertama yang dirasakan Susy bukanlah haru atau bangga. Ia merasa bebannya selama enam tahun persiapan menuju olimpiade, akhirnya bisa ia lepaskan.
"Saya kalau juara enggak pernah selebrasi, rasanya pada Oimpiade itu pertama kalinya saya juara langsung teriak. Rasanya beban saya, tanggung jawab saya, lepas semua. Bayangkan pressure-nya, semua orang yang ketemu saya sebelum Olimpiade selalu bilang, Susy harus juara."
Baca Juga: Jadwal Final Kejuaraan Beregu Asia 2020 - Tim Putra Indonesia Berebut Gelar dengan Malaysia
Saat naik podium juara dan mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan, barulah ia merasa haru dan bangga bisa mempersembahkan emas untuk Indonesia. Susy tak dapat menahan air matanya saat sang Merah Putih dikibarkan.
"Kemenangan pada Olimpiade itu beda dengan kejuaraan lain. Rasanya prestasi itu diakui dunia. Kami juga bisa mengangkat nama Indonesia di mata dunia. Saya ingat waktu sebelum juara, di athelete village banyak yang koleksi pin antar negara, tetapi nggak ada yang mau tukeran pin Indonesia sama saya,"aku Susy.
"Katanya dia tidak tahu Indonesia. Indonesia itu di mananya Bali? Begitu katanya. Sedih juga waktu itu. Namum, begitu saya dan Alan (Budikusuma) dapat emas dan Indonesia ada di urutan ke-21 daftar raihan medali, tanpa kami minta, mereka malah mencari, mau tukeran pin Indonesia. Dampaknya sampai begitu, orang lebih mengenal Indonesia," tutur Susy.
Baca Juga: Kejuaraan Beregu Asia 2020 - Sering Bertemu, Indonesia Sudah Kenali Pemain Malaysia
Menurut Susy, memenangkan medali emas Olimpiade tidak semudah memenangkan gelar pada kejuaraan lain. Sejak babak pertama, pemain akan merasakan aura yang berbeda pada Olimpiade. Bahkan, banyak hal aneh juga terjadi pada Olimpiade.
Malam sebelum final adalah yang paling berat dirasakan Susy. Saat itu, ia tak bisa tidur, tak bisa makan, ia ingin laga final cepat beralukarena begitu besarnya beban dan tekanan yang ia rasakan.
"Perasaan malam itu mata saya sudah dipejamkan, tetapi tetap tidak bisa tidur. Otak saya berpikir terus. Makan pun dipaksa demi jaga kondisi, padahal tidak nafsu makan sama sekali. Akhirnya malam itu saya cuma makan nasi pakai abon dan ikan asin, sama minum segelas susu," aku Susy.
"Mau tidur pun sampai bolak-balik, ke kamar, lalu ke luar lagi, begitu terus sampai tengah malam. Ketegangan ini harus diatasi, jangan sampai merugikan, harus bisa diatur," ucap Susy.
Sebelum bertanding, Susy juga meminta agar dirinya tidak diganggu. Diceritakan Susy, terkadang ada yang ingin bertemu atlet sebelum tanding dan ini bisa mengganggu persiapan serta konsentrasi atlet.
"Setiap atlet punya kebiasaan yang berbeda sebelum tanding, ada yang mendengarkan musik, ada yang menyendiri, ada yang berdoa. Kalau banyak ketemu orang, ada saja yang bilang, harus juara ya, harus dapat emas ya."
Baca Juga: Kejuaraan Beregu Asia 2020 - Tunggal Putra Indonesia Diminta Lebih Taktis
"Setiap esan itu diterimanya beda sama tiap atlet, saya pernah mengalami ini jadi saya tahu rasanya. Makanya sekarang, ini yang saya lakukan sama atlet, lebih dijaga sebelum masuk lapangan," ucap Susy.
Setelah meraih emas di Barcelona, semangat Susy tak padam. Ia tetap punya misi ingin mengulang sukses pada Olimpiade.
Pada Olimpiade Atlanta 1996, Susy meraih medali perunggu. Susy mengatakan bahwa ia tak pernah cepat puas akan apa yang sudah ia raih. Dia selalu punya keinginan dan target melebihi prestasi yang telah diraihnya.
"Kalau sudah pernah dapat emas Olimpiade satu kali, saya tetap mau lagi. Kalau bisa dua kali kenapa tidak? Semangat ini yang membuat saya bertahan dan lolos lagi ke Olimpiade empat tahun kemudian," kata Susy.
"Saat tahu Li Lingwei (China) punya rekor menang juara dunia terbanyak yaitu empat kali. Saya mau juga rekor begitu, lalu saya lewati rekornya dan juara dunia lima kali," ujar Susy.
Susy berharap kisahnya bisa menjadi motivasi dan suntikan semangat bagi para pebulu tangkis yang akan berlaga pada Olimpiade Tokyo 2020.
Kesiapan mental disebutkan Susy menjadi bekal utama bagi atlet yang berlaga di arena Olimpiade.
Pada ajang empat tahunan tersebut, atlet tak hanya berhadapan dengan lawan, tetapi juga harus bisa mengalahkan situasi dan diri sendiri.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | badmintonindonesia.org |
Komentar