Meski begitu, bagi atlet yang terbukti menggunakan doping pada Agustus ini terancam akan melewatkan dua edisi Olimpiade di Tokyo (2021) dan Paris (2024).
Di sisi lain, WADA kesulitan untuk memantau integritas para atlet lantaran pembatasan sosial menyulitkan mereka untuk mengadakan tes doping secara reguler.
"Pembatasan yang terjadi di banyak negara memberikan gangguan pada proses pengujian di seluruh dunia," kata Clothier.
"Kami melakukan pengujian di lebih dari 100 negara dan sekarang setiap negara memiliki aturan pembatasan yang berbeda-beda bahkan berubah dari hari ke hari."
"Jadi operasi pengujian kami terganggu, kami tetap melakukan pengujian di mana kami bisa melakukannya tapi tentu terdapat kendala," sambungnya.
Baca Juga: Siap-siap, Marc Marquez Diyakini Bakal Susul Gelar Juara Dunia Milik Valentino Rossi
Badan Anti Doping Amerika Serikat (USADA) mengambil solusi dengan mengerahkan petugas kontrol doping untuk memantau atlet secara langsung.
Clothier pun berharap kepada otoritas doping di wilayah agar dapat bersikap proaktif mencegah atlet berbuat curang.
"Kami menggunakan metodologi intelejen dan investigasi untuk memastikan bahwa kami menguji atlet pada saat yang tepat," kata Clothier.
"Sementara pengujian terhambat, kami memfokuskan diri kepada atlet yang masuk dalam daftar prioritas untuk memastikan tes bisa dilakukan sebanyak mungkin."
Baca Juga: Akibat Banyak Omong, Deontay Wilder Disentil Anthony Joshua
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Reuters |
Komentar