BOLASPORT.COM - Kiper legendaris PSIM Yogyakarta, Ony Kurniawan, juga dikenal sebagai sosok One Man Club seperti mendiang Choirul Huda.
Gelar One Man Club sangat identik dengan kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, yang meninggal dunia pada 15 Oktober 2017.
Seperti diketahui, kesetiaan almarhum Huda kepada Laskar Joko Tingkir telah berlangsung selama hampir 20 tahun.
Tercatat, Huda tidak pernah berganti tim dari Persela Lamongan sejak 1999 hingga ajal menjemputnya pada 2017.
Baca Juga: Karena Kebiasaan, Gianluigi Buffon Sempat Takut Terjangkit COVID-19
Ternyata, selain Choirul Huda, Indonesia memiliki kiper yang juga pantas diberi gelar One Man Club.
Kiper itu adalah Ony Kurniawan, penjaga gawang merupakan legenda PSIM Yogyakarta.
Ony merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari cerita kejayaan klub berjulukkan Laskara Mataram itu.
Berkarier sebagai kiper PSIM Yogyakarta sejak 2002 hingga 2017, Ony turut mengantarkan timnya merajai panggung kompetisi Divisi I 2005 dan promosi ke Divisi Utama yang menjadi kasta tertinggi sepak bola Indonesia saat itu.
Baca Juga: Dapat Jatah Libur, Kiper Persib Ini Sempatkan Diri Momong Anak
Momen itu juga menjadi kenangan paling indah yang dimiliki oleh Ony saat mengenakan seragam biru yang jadi ciri khas PSIM Yogyakarta.
Gelar juara Divisi I 2005 dapat diraih oleh Ony dan rekan-rekannya setelah menaklukkan Persiwa Wamena dengan skor 2-1 di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung.
"Saat itu masyarakat Yogyakarta berbondong-bondong mendukung kami di Stadion Si Jalak Harupat," ucap Ony dilansir Bolasport.com dari Tribun Jogja.
"Setelah juara, saya tidak bisa berkata apa-apa, momen terindah sepanjang karier saya," ujar mantan penjaga gawang yang identik mengenakan nomor punggung 21 ini.
Sekembalinya dari Bandung, Ony merasakan sambutan yang sangat meriah dari masyarakat Yogyakarta.
Baca Juga: Cerita Eks Pelatih Timnas Indonesia yang Sulit Pantau Pemain Saat Liga 2015 Dihentikan
Setelah mendapat sambutan di stasiun, para pemain PSIM langsung diarak berkeliling Kota Yogyakarta.
"Luar bisa sekali sambutan masyarakat, kami diarak melewati Malioboro dan jalanan Kota Jogja," kenangnya.
Selain punya kenangan indah, Ony juga memiliki satu kenangan buruk di sepanjang kariernya sebagai pemain PSIM.
Kenangan buruk itu dialaminya ketika melakoni laga tandang melawan Persim Maros di Sulawesi Selatan pada 2003 silam.
Baca Juga: Manfaatkan Jeda Liga 1 2020 dan Ramadan, Bek Persebaya Jualan Takjil
Menurut Ony, timnya sudah mendapatkan teror dari pendukung tuan rumah sejak turun dari pesawat.
"Mungkin mereka beranggapan saat main di Jogja juga diperlakukan tidak enak, padahal tidak," ujar Ony.
Tak berhenti sampai di situ, para pemain Laskar Mataram juga mendapat intimidasi pada malam hari ketika sedang bersantai di lobi hotel.
Teror itu semakin memuncak kala pertandingan berlangsung. Para suporter Persim Maros merangsek ke dalam lapangan dan menyerang semua pemain dan ofisial PSIM.
"Saya kena lempar batu di bagian pelipis, Abda Ali juga terluka di bagian kepala. Ada juga yang terkena pukulan suporter tuan rumah," kenang Ony.
Baca Juga: Liverpool Punya Satu Masalah yang Tak Kunjung Dibenahi oleh Klopp
Kacaunya keadaan sampai membuat pemain PSIM saat itu, Zaenal Arifin, menangis dan takut untuk melanjutkan pertandingan.
"Itu pertandingan paling gila sepanjang perjalanan karier saya," kata Ony.
Ony resmi mengakhiri kariernya di lapangan hijau bersama PSIM lewat sebuah laga perpisahan yang digelar pada 17 November 2017 silam.
Pertandingan itu resmi menutup perjalanan panjangnya selama 16 tahun membela PSIM yang juga menjadi satu-satunya tim yang pernah ia bela.
Editor | : | Hugo Hardianto Wijaya |
Sumber | : | jogja.tribunnews.com |
Komentar