BOLASPORT.COM - Pebulu tangkis Indonesia, Kevin Sanjaya Sukamuljo, menjadi ganda putra nomor satu dunia bersama Marcus Fernaldi Gideon sejak 2017.
Aksi Kevin Sanjaya Sukamuljo di lapangan menjadi salah satu pusat perhatian pecinta bulu tangkis dunia karena dia memiliki aksi dan skill unik saat bertanding.
Kevin Sanjaya Sukamuljo memilki berbagai julukan yakni tangan petir. Julukan ini diberikan karena kelahiran 1995 itu memiliki kecepatan dan pukulan yang keras.
Baca Juga: Kevin Sanjaya Mengaku Sering Tertekan karena Ekspektasi Penggemar
Banyak pemain dunia kerap direpotkan dengan teknik luar biasa dari sang tangan petir.
Julukan tangan petir Kevin mulai populer saat adanya forum bulu tangkis dari akun Badmintalk yang memuat komentar-komentar para fans dari China. Para fans dari China takjub dan terkadang kesal dengan kecepatan tangan Kevin.
Kevin juga dijuluki "flying kevin" karena dia suka melompat saat bertanding.
Hal tersebut membuat para fans bulu tangkis dari Thailand menjuluki Kevin Sanjaya dengan sebutan 'Flying Kevin' saat tampil pada Kejuaraan Dunia Junior 2013 di Bangkok, Thailand.
Legenda bulu tangkis Indonesia, Christian Hadinata, mengatakan bahwa gaya permainan Kevin mirip dengan Sigit Budiarto.
"Gaya permainan Kevin mirip Sigit. Apalagi Kevin juga mengidolakan seorang Sigit. Saya rasa karakternya sama dalam artian teknik permainannya," kata Koh Chris (sapaan akrab Christian Hadinata).
"Banyak pukulan Kevin yang tidak terduga dan mengecoh lawan. Bahkan, pukulan tersebut terkadang membuat lawan terpesona," ucap Christian.
Baca Juga: Catatan Kevin Sanjaya dengan 7 Partner Berbeda Sepanjang Kariernya
Sigit Budiarto adalah mantan pemain ganda putra Indonesia sekaligus pelatih Kevin Sanjaya di PB Djarum.
Pada turnamen beregu, Sigit telah tiga kali berturut-turut mengantar Indonesia meraih Piala Thomas pada tahun 1998, 2000, dan 2002.
Sigit juga pernah berhasil mencapai babak final Kejuaraan Dunia pada 1997, 2003,.dan 2005.
Pada Kejuaraan Dunia 1997, Sigit Budiarto yang bertandem dengan Candra Wijaya sukes membawa pulang keping medali emas setelah menundukkan Yap Kim Hock/Cheah Soon Kit (Malaysia) pada babak final.
Sigit/Candra juga meraih titel juara pada All England Open 2001 dan 2003.
Saat menjadi kampiun Kejuaraan Dunia 1997, Sigit dan Candra masih berusia 21 tahun.
Selain prestasi, aksi Sigit disebut menghibur penggemar bulu tangkis.
Dia memiliki skill bermain akrobatik. Cap itu terus melekat dalam dirinya hingga sekarang.
Sigit kerap melakukan pukulan-pukulan akrobat pada setiap pertandingan. Dia memukul shuttlecock dari belakang punggung atau dari sela kedua kakinya.
Perannya sebagai playmaker menjadi tren baru yang mengandalkan kecepatan dan kelincahan.
Pada periode tersebut, gaya bermain Sigit juga kerap menampilkan pukulan-pukulan yang tricky sehingga membuat lawan sering terkecoh.
Hal ini membuat para penonton kagum saat melihat aksinya tersebut.
Sigit mulai menekuni dunia bulu tangkis sejak masih kecil melalui ayahnya.
Pada umur 6 tahun, ia bergabung di klub Natura di Yogyakarta. Pertandingan pertamanya dijalani ketika ia berusia 8 tahun.
Baca Juga: Jalan Kevin Sanjaya, Ditolak Audisi karena Postur Kecil hingga Jadi Nomor 1 Dunia
Sigit bergabung di PB Djarum pada 1988 dan latihan di GOR Kaliputu, Kudus. Namun hanya bertahan dua tahun, dia memutuskan pulang ke Yogyakarta pada tahun 1991. Setahun di kampung halaman, dia pindah ke klub Solo dan latihan sebagai pemain ganda.
Sigit masuk ke klub PB Djarum khusus ganda yang berlatih di Jakarta pada 1994. Saat berpasangan dengan Ade Lukas, Sigit banyak menang pertandingan level nasional.
Prestasi tesebut membawanya seleksi masuk Pelatnas dan akhirnya diterima tahun 1995.
Sigit keluar dari pelatnas Cipayung pada 2006.
Sejak pensiun sebagai pemain, pria kelahiran Yogyakarta, 24 November 1975 ini fokus menjadi pelatih khusus sektor ganda di PB Djarum Kudus hingga sekarang.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar