Selain dana suap, Imam juga terbukti menerima gratifikasi dengan total Rp 8.348.435.682 dari sejumlah pihak.
Alhasil, ia dijerat Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 12B Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Soal putusan, Majelis Hakim memaparkan dua pertimbangkan, baik yang meringankan dan memberatkan untuk terdakwa.
Untuk hal yang meringankan, Imam Nahrawi dianggap telah bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan berstatus kepala keluarga untuk menjamin kehidupan anak-anaknya.
Baca Juga: Keturunan Gipsi, Tyson Fury Akui Pernah Dapat Perlakuan Rasis
Sementara itu, hal yang memberatkan, tindakan Imam sangat melenceng dari program pemerintah untuk memberantas korupsi.
Sehingga, sebagai mantan pimpinan lembaga tinggi negara, Majelis Hakim menilai Imam tidak menjadi contoh yang baik dan tidak mengakui perbuatannya.
Dalam kasus ini, Imam Nahrawi bersama sekretaris pribadinya Miftahul Ulum, juga terbukti bersalah karena menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara, Johnny E Awuy.
Suap tersebut dimaksudkan agar Imam dan Ulum mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora RI untuk tahun kegiatan 2018.
Editor | : | Diya Farida Purnawangsuni |
Sumber | : | Kompas.com |
Komentar