Bolasport.com – Melonjaknya kasus positif Covid-19 pada Juli 2021, membuat kebijakan “rem darurat” Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 diterapkan.
Situasi tersebut membuat kehidupan masyarakat Indonesia kembali mengalami disrupsi. Pandemi Covid-19 seakan tidak berkesudahan. Selain harus menghabiskan sebagian besar waktu di rumah, masyarakat juga harus menerima kabar anggota keluarga yang sakit, berita duka, situasi ekonomi yang menghimpit, dan disinformasi yang membuat khawatir.
Oleh sebab itu, kesehatan mental menjadi rentan. Psikiater sekaligus influencer dr Erickson Arthur Siahaan, Sp KJ dalam Dialog Semangat Selasa yang berlangsung secara daring, Selasa (10/8/2021) mengatakan, upaya adaptasi masyarakat terhadap pandemi dapat mencapai titik jenuh.
“Pada masa awal pandemi berlangsung ada reaksi kecemasan dan stres mengenai apa itu Covid-19. Setelah satu setengah tahun, pengetahuan masyarakat sudah terbentuk, tetapi masyarakat dapat jatuh pada kondisi pandemic fatigue,” kata dr Erickson dalam dialog yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) tersebut.
Baca Juga: Kondisi Psikis Skuad Persebaya Membaik setelah PSSI Beri Kepastian Liga 1 2021
Tidak hanya itu, menurut dr Erickson, stres juga dapat timbul dari reaksi beragam terhadap pandemi Covid-19 di masyarakat. Pada satu sisi, ada masyarakat yang patuh dan mencari tahu dengan seksama mengenai Covid-19 serta protokol kesehatan yang perlu diterapkan.
Namun, di sisi lain, ada masyarakat yang menolak memahami pandemi Covid-19 dan protokol kesehatan. Ketidakpercayaan akan adanya Covid-19 membuat anggota masyarakat tersebut abai dalam menerapkan protokol.
Dokter Erickson pun memberikan kiat menjaga kesehatan mental. Ia menyarankan setiap orang untuk mulai mengenali diri dan emosi yang tengah dirasakan.
“Dimulai dari diri sendiri sebelum kita berusaha untuk care terhadap orang lain. Kenali dulu karakter diri kita ini siapa? Apakah kita ini seorang yang pencemas, meluap-luap, atau menghindar. Kemudian, kelola stres,” katanya.
Menurut dr Erickson, mengenali diri sendiri juga penting karena setiap orang memiliki trigger stres masing-masing. Dengan memahaminya, seseorang dapat mengelola stres dengan cara yang sesuai.
Baca Juga: Hikmah Pandemi COVID-19 bagi Bek Sayap Madura United
Selain itu, ia juga menyampaikan pentingnya memberi jeda dalam mengonsumsi informasi terkait Covid-19. Ia menyarankan, konsumsi informasi pada saat-saat tertentu dan jangan lupa untuk mengalokasikan waktu untuk diri sendiri.
“Selain itu tetap pertahankan sosialisasi dengan orang lain. Pembatatasan kegiatan sosial tidak berarti komunikasi terputus. Bersosialisasi tetap dapat dilakukan tanpa tatap muka langsung. Misalnya dengan memanfaatkan teknologi, yakni melalui panggilan telepon atau menggunakan aplikasi untuk berkomunikasi dengan orang lain,” katanya.
Co-Founder Menjadi Manusia Rhaka Ghanisatria, yang juga turut menjadi narasumber dalam dialog tersebut, setuju dengan dr Erickson. Menurutnya, berkomunikasi dan berbagi cerita dapat mengurangi beban emosi.
Ia membuktikan hal itu dari pengalamannya menggawangi platform berbagi cerita Menjadi Manusia.
“Berbagi punya konteks yang luas. Ketika berbagi cerita, kita melepaskan beban yang kita punya dan bisa menjadi coping mechanism. Tidak ada yang tahu, ternyata cerita kita juga bisa menjadi inspirasi buat orang lain dan menyelamatkan mereka. Orang lain yang membaca cerita tersebut akan merasa terhubung, merasa dikuatkan karena sadar bahwa dia tidak sendirian,” ujarnya.
Baca Juga: Liga 1 2021 Segera bergulir, Kiper Bali United: Kami Sudah Siap
Pada kesempatan tersebut, Rhaka juga menyampaikan upaya berbagi yang dilakukan untuk kembali menggerakkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Rhaka dan kawan-kawannya menggalang donasi bagi UMKM melalui Digital Bergerak. Ia juga tengah membuat konsep percontohan sentrarehabilitasi kesehatan mental.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Sonny Harry B Harmadi turut memberikan pendapat terkait dampak pandemi terhadap kesehatan mental
“Tadinya masyarakat dapat bersosialisasi dengan bebas. Kini, masyarakat tidak bisa melakukan hal tersebut. Kondisi itu dampaknya besar untuk kehidupan sosial masyarakat,” katanya.
Oleh sebab itu, supaya pandemi Covid-19 tidak semakin berlarut-larut, diperlukan partisipasi, kolaborasi, dan dukungan seluruh anggota masyarakat.
“Pemerintah, termasuk Satgas Covid-19 tidak bisa menyelesaikan pandemi sendirian. Masyarakat dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan ide untuk berperan serta. Kita orkestrasi dukungan dari mereka. Kami mengapresiasi anggota masyarakat yang memilih menjadi bagian dari solusi bukan masalah,” ujarnya.
Pemerintah berkolaborasi dengan Himpunan Psikolog Indonesia juga membuka layanan bagi anggota masyarakat yang membutuhkan konsultasi. Namun, menurut Sony, dari dalam diri masyarakat juga harus muncul dorongan untuk menghentikan keresahan yang beredar di masyarakat.
“Upaya menghentikan hoaks yang meresahkan orang lain, membangun empati dan gotong-royong, serta menggemakan narasi dan pesan-pesan positif, juga bermanfaat untuk membangun ketenangan batin masyarakat,” imbuhnya.
Editor | : | Sheila Respati |
Komentar