BOLASPORT.COM - Dua pebulu tangkis China dikonfirmasi Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) terlibat kasus pengaturan skor.
Dua pebulu tangkis China ini mendapat larangan terlibat dalam bulu tangkis selama dua tahun karena melanggar aturan pengaturan pertandingan dan taruhan ilegal.
Dua pebulu tangkis tersebut ialah Zhu Jun Hao dan Zhang Bin Rong.
Menurut penyelidikan, Zhu Jun Hao dianggap mengatur hasil pertandingan pada 2019 dengan sengaja kalah pada pertama. Dia melanjutkan untuk memenangkan pertandingan.
Zhu juga bertaruh pada pertandingan Orleans Masters seperti disebutkan panel BWF yang menyelidiki kasus tersebut.
Dia juga memberikan informasi orang dalam kepada orang yang tidak berwenang.
Zhang Bin Rong bertaruh 36 kali pada turnamen di China, Swiss, dan Prancis pada 2019.
Tindakan tersebut melanggar aturan yang melarang pemain bulu tangkis memasang taruhan pada olahraga tersebut.
Kedua pemain putra yang merupakan pemain tingkat regionalmemilih untuk tidak mengajukan banding.
Sebelumnya pada awal Januari 2021, ada delapan pebulu tangkis Indonesia yang terlinat dalam kasus pengaturan skor.
Mereka adalah Agripinna Prima Rahmanto Putera, Mia Mawarti, dan Putri Sekartaji. Sementara itu, lima pemain lain yang dihukum adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Afni Fadilah, dan Aditya Dwiantoro.
Dua dari tiga pemain tersebut yaitu Agripinna dan Mia memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss.
Mereka banding karena merasa tidak bersalah melakukan rekayasa hasil pertandingan atau berjudi.
Adapun Putri Sekartaji tidak melakukan banding dan menerima hukuman meski dihukum 12 tahun skorsing dan denda 12.000 dolar AS.
Baca Juga: Bos UFC Ogah Buru-buru Adu Khamzat Chimaev dengan Kamaru Usman
Agri yang dijatuhi vonis BWF berupa hukuman enam tahun tidak boleh berkecimpung di bulu tangkis dan denda 3.000 dolar AS, mengaku hanya sabagai korban. Pasalnya, dia tidak pernah melakukan pengaturan skor saat turnamen Vietnam Open 2017 seperti yang dituduhkan.
Tuduhan bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya pun tidak benar.
Yang benar, dia hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono (Jepang) yang saat itu tengah bertanding.
Namun, pilihan Agri tersebut oleh Hendra dimasukkan ke rekening perjudian online yang dimiliki Hendra yang kemudian menjerat Agri.
"Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun, sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF," aku Agripinna.
Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja," tutur Agripinna.
Pada kasus Mia, dia dituduh karena menyetujui dan menerima uang sebesar Rp 10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF. Dia juga tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.
Atas kesalahnnya itu, Mia diskorsing 10 tahun tidak boleh terlibat dalam pertandingan dan denda 10.000 dolar AS.
"Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.
Baca Juga: Daftar Wakil Indonesia pada Indonesia Masters 2021 - Naik Level, 28 Wakil Tampil
Pembelaan pemain berusia 24 tahun ini karena uang hasil kesepakatan dengan Hendra tersebut sejatinya merupakan uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan. Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil perjudian yang dilakukan oleh Hendra.
"Lalu dalam hal tuduhan saya menyetujui retired pada New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar. Bahkan saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan," ujar Mia.
"Saya tidak mau retired, tetapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cedera. Padahal, saya tidak cieera," tutur Mia.
Soal, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, seperti halnya Agri, Mia pun tidak mengetahui kalau tidak melaporkan ke BWF adalah sebagai pelanggaran kode etik. Yang dia tahu, pelanggaran kode etik hanya berupa perjudian saja.
"Selain itu, BWF tidak pernah melakukan investigasi langsung kepada saya sehingga saya tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya. Dengan demikian, putusan BWF dilakukan secara sepihak tanpa mendengar penjelasan dan pembelaan dari saya sebagai korban," kata Mia.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | News Straits Times |
Komentar