"Saya menjadi sangat kurus sehingga pada titik tertentu, saya sama sekali tidak memiliki energi setelah latihan dan performa saya menurun! Saya pikir menjadi lebih ringan akan membantu permainan saya. Itu tidak," ucap Axelsen.
Axelsen awalnya keras kepala untuk menerimanya, tetapi akhirnya menyadari bahwa sudah waktunya untuk mengubah pola pikirnya.
"Saya sangat keras kepala sehingga butuh waktu lama untuk menyadari bagaimana saya merusak diri saya sendiri. Tetapi, dengan bantuan banyak orang di sekitar saya – keluarga, teman, pelatih, pelatih mental, ahli gizi, pelatih fisik, dll, saya perlahan mulai menyadarinya."
"Sudah waktunya untuk mengubah cara berpikir saya. Saya berkata kepada diri sendiri bahwa ada banyak keuntungan dengan menjadi tinggi. Saya bisa menyulitkan lawan saya jika saya bisa memperbaiki kelemahan saya sambil fokus kepada kekuatan saya," kata Axelsen.
"Saya berhenti memikirkan pendapat semua orang tentang permainan saya dan mulai menempatkan semua fokus saya pada latihan untuk membangun diri saya menjadi atlet yang sehat dan tangguh," ucap Axelsen.
Peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 itu mengatakan bahwa dia akan selalu berterima kasih kepada ahli gizi sekaligus pelatih fisiknya, Sean Casey.
"Kami tidak pernah melihat tinggi badan saya sebagai kerugian. Sekarang setelah kami bekerja bersama selama lebih dari enam tahun, kami telah belajar banyak tentang apa yang berhasil dan apa yang tidak agar saya sehat dan bugar untuk bersaing di level tertinggi," ujar Axelsen.
"Apakah Anda tinggi atau tidak – jangan biarkan pendapat orang lain merusaknya untuk Anda. Juga, berhenti membandingkan diri Anda dengan orang lain dan apa yang menurut Anda benar."
"Lakukan yang terbaik untuk mengelilingi diri Anda dengan orang-orang yang mendukung Anda saat Anda mengejar impian Anda," kata Axelsen.
Baca Juga: Hasil India Open 2022 - Libas Wakil Malaysia dalam 30 Menit, Ahsan/Hendra ke Final
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | The Star |
Komentar