BOLASPORT.COM - Pelatih Lazio, Maurizio Sarri, mengibaratkan Liga Italia tertinggal 50 tahun dibanding dua liga top Eropa lainnya, Liga Inggris dan Liga Jerman.
Ucapan Maurizio Sarri mengacu kepada kegagalan tim nasional Italia lolos ke Piala Dunia 2022.
Sosok juru taktik berusia 63 tahun itu menilai anjloknya kiprah Gli Azzurri ada hubungannya dengan progres lambat di Liga Italia.
Di mata Sarri, Liga Italia tertinggal jauh dibandingkan Liga Inggris dan Liga Jerman, terutama dari segi struktur.
“Jika liga nasional mencerminkan progres, Inggris sudah menjadi juara Piala Eropa dan Piala Dunia,” kata Sarri, dikutip BolaSport.com dari Goal.
“Namun, situasinya tidak seperti itu. Sepak bola punya masalah yang sangat jelas buat saya.”
Namun, Sarri menyayangkan bahwa masalah di Liga Italia belum banyak menjadi bahan diskusi.
“Tidak ada yang membicarakan soal isu serius. Coba sekarang Anda menonton televisi dan melihat pertandingan Liga Inggris dan Liga Jerman," katanya.
“Setelah itu, bandingkan situasi di stadion di kedua liga itu dengan stadion-stadion di Liga Italia. Anda pasti akan bertanya-tanya posisi Liga Italia dibandingkan dua liga ini.”
Hal itulah yang membuat Maurizio Sarri risau.
“Liga Italia tertinggal 30 hingga 50 tahun dibanding liga-liga lain. Tidak ada yang pernah membahas soal struktur liga," tutur eks pelatih Chelsea.
“Nyaris tidak ada yang memperhatikan detail soal jalannya liga. Sekarang, kita semua mendapat konsekuensinya,” ucap Sarri lagi.
Maurizio Sarri bukan orang pertama yang mengangkat topik ini setelah Italia tidak lolos ke Piala Dunia 2022.
Baca Juga: Kegagalan Gli Azzurri Lolos ke Piala Dunia adalah Sinyal Bahaya bagi Liga Italia
Presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC), Gabriele Gravina, sempat berdebat dengan Presiden Liga Italia, Lorenzo Casini.
Gravina menyayangkan klub-klub Liga Italia tidak memberi banyak kesempatan untuk talenta lokal muda unjuk gigi dan berkembang.
“Hanya ada 30 persen pemain Italia yang bermain dengan tim junior. Banyak pemain belia yang tidak mendapat kesempatan di klub,” kata Gravina.
“Ini bukan sepenuhnya salah klub-klub bersangkutan, tetapi timnas tidak punya cukup banyak materi pemain. Kami harus melakukan sebisanya dengan materi yang ada.”
Gravina juga menilai ada perlawanan dari klub setiap para pemain mereka dipanggil membela tim nasional.
“Kami menemui banyak penolakan dari klub. Tim nasional dianggap bukan sebagai kesempatan untuk pemain, tetapi jadi beban.”
“Betul, klub punya kebijakan sendiri, tetapi akibatnya timnas Italia harus bekerja sendiri. Kami tidak bisa menerapkan ide yang ada jika tidak berbagi dengan klub,” kata Gravina melanjutkan.
Ucapan Gravina mendapat sanggahan dari Lorenzo Casini.
Ia menilai tidak ada pihak yang menahan para pemain Italia bergabung dengan timnas.
Menurut Casini, solusi terbaik adalah pembaruan secara radikal.
Baca Juga: Massimiliano Allegri Kritik Gaya Sepak Bola Pep Guardiola yang Buat Orang Tertipu
“Kegagalan Italia ke Piala Dunia 2022 adalah kegagalan sepak bola nasional. Semua harus memikirkan soal ini dan membuat perubahan sistem secara radikal.”
“Klub-klub dan pemain Liga Italia selalu menanggapi positif panggilan tim nasional dan akan terus seperti itu.”
“Tim nasional adalah cerminan usaha yang menyatukan bangsa Italia, dan tim nasional adalah milik semua orang,” ucap Casini.
Diberitakan BolaSport.com sebelumnya, skuad Roberto Mancini kalah 0-1 dari Makedonia Utara pada babak play-off.
Hasil tersebut yang memastikan para pemain Italia hanya akan menonton tayangan Piala Dunia 2022 lewat televisi alih-alih ikut bertanding di Qatar pada 21 November-18 Desember mendatang.
Kegagalan ini menjadi yang kedua kalinya berturut-turut bagi pemegang empat titel juara dunia itu.
Sebelumnya, Italia juga sudah absen pada Piala Dunia 2018.
Baca Juga: Kaka Kirimkan Doa Terbaik untuk AC Milan dan Paolo Maldini
Prestasi Italia di Piala Dunia pun bisa dibilang menurun sejak mereka terakhir kali juara pada 2006.
Italia hanya bisa melangkah sampai fase grup pada Piala Dunia 2010 dan Piala Dunia 2014.
Tidak ikutnya Italia ke Piala Dunia 2022 menjadi semakin ironis, karena mereka baru saja memenangi Piala Eropa 2020.
Federico Chiesa dkk menjuarai Piala Eropa 2020 pada Juli 2021 lalu setelah mengalahkan Inggris pada babak final.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Goal International |
Komentar