Selain itu efek "tersedot" yang disebabkan aerodinamika dari rival di depan membuat pembalap kesulitan untuk melakukan pengereman.
Kalaupun berhasil menyalip, pembalap rentan kehilangan posisinya lagi karena temperatur ban yang lebih tinggi.
"Hasilnya sangat mudah untuk terjatuh," ujar Miguel Oliveira, pembalap Red Bull KTM yang musim ini hanya naik podium saat memenangi MotoGP Indonesia.
"Atau sangat mudah untuk membuat tangan Anda terikat dan tidak berlomba, hanya bertahan hidup," imbuhnya.
Marc Marquez, yang sudah mengeluhkan masalah ini sejak tahun lalu, merasa diperlukan langkah tegas untuk memutuskan, mau dibawa ke mana MotoGP.
Marquez bukannya anti-aerodinamika atau kemajuan teknologi, hanya saja dia merasa persaingan di lintasan tetap menjadi daya tarik utama dari sebuah balapan.
"Kami harus mengerti bahwa kami memerlukan regulasi yang jelas, juga sejumlah pembatasan," kata juara dunia delapan kali, dilansir dari GPOne.
"Jika tidak, kami makin cepat tetapi penonton di rumah tak akan sadar kami meningkat 1,5 atau 2 detik dan lebih memilih pertujukan seperti balapan WSBK di Estoril."
"Saya pikir kami perlu menemukan titik tengah walau itu sulit."
Baca Juga: Resmi! Aprilia Ikat Aleix Espargaro dan Maverick Vinales hingga 2024
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | GPOne.com, Motorsportmagazine.com |
Komentar