BOLASPORT.COM - Menjaga suasana hati agar tetap tenang menjadi cara Francesco Bagnaia menghadapi lomba. Dari Valentino Rossi, dia mempelajarinya.
Francesco Bagnaia masuk ke garasi tim Ducati. Mukanya merah. Wajar, blunder yang baru saja dilakukannya telah mengancam peluangnya menjadi juara MotoGP.
Kesalahan sendiri membuat ban belakang Bagnaia selip ketika berusaha mengejar Fabio Quartararo (Monster Energy Yamaha) untuk posisi pertama pada balapan MotoGP Jerman.
Muka Bagnaia masih ditekuk saat kamera siaran langsung menyorotnya. Entah dia kesal karena jatuh sendiri atau karena tak ada pembalap lain yang bisa mengganggu Quartararo.
Kemenangan akan membuat Quartararo menciptakan jarak 50 poin dengan Bagnaia hanya dari dua balapan saja dan itulah hasil akhirnya.
Perjuangan Bagnaia merebut gelar pun seolah berakhir saat dia tertinggal 91 poin dari Quartararo dengan 10 balapan tersisa.
Secara matematis masih mungkin, tetapi realitanya sangat, sangat sulit.
Akan tetapi, tidak butuh waktu lama bagi Bagnaia untuk membayar kesalahannya. Dia melakukannya hanya dalam rentang waktu sepekan pada MotoGP Belanda.
Performa kuat sejak start menolong Bagnaia untuk mengunci kemenangan. Pembalap asal Turin itu makin tersenyum karena giliran Quartararo yang gagal finis karena kesalahan sendiri.
Baca Juga: Cara Valentino Rossi Isi Kegiatan Pasca-MotoGP: Balapan 24 Jam di Trek Berbahaya, Nekat Saja Kurang
Kemenangan Bagnaia di Belanda menegaskan tren antiknya pada enam balapan terakhir di mana hanya ada dua hasil yang diraihnya yaitu menang dan gagal finis, masing-masing tiga kali.
Secara sekilas catatan tersebut menegaskan masalah inkonsistensi Bagnaia.
Akan tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain, kemampuan bangkit dari hasil buruk menunjukkan kemampuan pembalap asal Turin tersebut mengatasi emosi negatif dalam dirinya.
Mengenai pengendalian diri, Bagnaia mengaku belajar dari mentornya di Akademi Pembalap VR46, Valentino Rossi.
"Itu adalah sesuatu yang saya pelajari dari Valentino," ujar Bagnaia kepada GP Racing.
"Ketika saya merasa kesal, saya menarik napas dalam-dalam dan mencoba menghilangkan rasa frustrasi."
"Bertahun-tahun yang lalu, saya butuh waktu berjam-jam untuk melakukannya. Sekarang saya bisa melakukannya lebih cepat, tetapi tetap saja tidak mudah."
Rossi sendiri dikenal sebagai pembalap yang selalu tersenyum bahkan setelah meraih hasil buruk.
Mekanik lama Rossi, Alex Briggs, membeberkan bahwa menemukan ketenangan menjadi cara The Doctor untuk mengeluarkan performa terbaiknya.
Baca Juga: Butuh Psikolog buat Hadapi Quartararo? Bagnaia: Gak Dulu deh
"Balapan terbaik Rossi terjadi ketika dia merasa senang, tertawa, dan bersenang-senang," kata Briggs dalam podcast "In The Fast Lane", dikutip dari GPOne.com.
"Dia masih memiliki determinasi tetapi dari luar begitulah sikapnya."
Kembali berbicara soal Bagnaia, kemenangan pada MotoGP Belanda sedikit mengurangi tekanan di pundaknya.
Secara sadar mengakui keunggulan Quartararo menjadi cara lain bagi Bagnaia agar tetap rileks saat melihat jarak 66 poin untuk dipangkas pada paruh musim kedua.
"Saya rasa kejujuran itu penting dan saya juga melihat Fabio sebagai pembalap yang lebih komplet daripada saya," ucap Bagnaia dalam wawancara lain dengan Speedweek.
"Saya berusaha untuk menjadi lebih baik tetapi jelas bahwa saya masih kehilangan sesuatu untuk menjadi penantang gelar sepenuhnya."
"Fabio adalah satu-satunya pembalap yang begitu konsisten, cepat, dan kuat. Jika saya ingin menjadi juara, saya harus mengikuti jalannya."
Baca Juga: Banyak Tekanan, Murid Valentino Rossi Diragukan Bisa Kejar Quartararo
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | GPOne.com, Speedweek.com |
Komentar