"Ini sudah berlangsung sejak 1949. Saya terbuka untuk semua diskusi yang masuk akal. Tapi program GP dengan tiga kelas tidak bisa diganggu gugat," tambahnya.
Ezpeleta menambahkan bahwa dalam beberapa kasus, pembalap di kelas Moto2 dan Moto3 justru menghadirkan antusiasme tersendiri bagi negara-negara tuan rumah di luar Eropa.
Ezpeleta mengambil MotoGP Indonesia ketika pembalap yang diselenggarakan di Sirkuit Mandalika sebagai penyebab menolak menghapus Moto2 dan Moto3.
"Tapi kemudian kita tidak akan melihat kemenangan kandang untuk Somkiat Chantra di Moto2 pada GP Indonesia di Mandalika bulan April lalu," ungkap Ezpeleta.
Chantra dari Thailand. Tapi GP Indonesia juga meriah karena keberhasilan pembalap tuan rumah, Mario Suryo Aji, merebut baris start terdepan di Moto3.
"Lalu di Texas (GP Americas), pembalap lokal Cameron Beaubier dan Joe Roberts adalah bintangnya. Promotor asing ingin kami membawa ketiga kelas," sambungnya.
Ezpeleta juga mengatakan bahwa model bisnis MotoGP dengan F1 tak bisa dibandingkan.
Pria yang sudah terlibat dengan F1 sejak menjadi Direktur Sirkuit Jarama, Spanyol, pada 1978, memberikan gambaran betapa jomplangnya kedua ajang.
"Di paddock MotoGP, saya tidak tahu orang lain yang memiliki pengalaman lebih besar tentang Formula 1 selain saya," katanya.
"Kami tidak bisa menyaingi bujet tim F1. Tim terbaik di MotoGP hanya menghabiskan seperempat dari tim paling melarat di F1 seperti Haas."
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Motosan.es |
Komentar