BOLASPORT.COM - Selalu ada beragam cerita pada final Piala Dunia, dari yang menyenangkan dan menyedihkan. Termasuk di antaranya ialah mereka-mereka yang sinarnya mendadak redup di laga paling menentukan.
Dalam olahraga dan ranah kompetitif manapun kita mengenal istilah choke. Secara harafiah, choke dalam bahasa Indonesia memang diartikan sebagai tersedak.
Hanya saja, dalam konteks ini, choke atau tersedak dapat kita maknai sebagai pemain atau tim yang tampil buruk atau melakukan kesalahan fatal pada saat yang menentukan.
Final Piala Dunia pun tidak lepas dari lakon tentang mereka yang muncul sebagai pesakitan alih-alih pahlawan, entah karena tak tahan dengan tekanan atau tampil kurang cekatan dari lawan.
BolaSport.com merangkum lima kisah “tersedak” pada final Piala Dunia dari masa ke masa:
1. Timnas Brasil, final Piala Dunia 1950
Final Piala Dunia 1950 direken menjadi salah satu final dramatis dan untuk warga Brasil yang paling antiklimaks sepanjang sejarah.
Kala itu, sistem Piala Dunia berbeda dengan sekarang, dengan empat tim terbaik dari laga penyisihan dikumpulkan di satu grup baru.
Empat tim itu nantinya akan bertanding melawan satu lama lain.
Baca Juga: Kapten Ke-2 Inter Milan Sempat 6 Bulan Gabung Klub Baru Egy Maulana Vikri
Tim yang sanggup mengumpulkan angka terbanyaklah yang akan dinobatkan sebagai juara.
Empat tim yang berjibaku pada fase final ini adalah Brasil, Uruguay, Swedia, dan Spanyol.
Bermain di hadapan publik sendiri, Brasil tampil perkasa.
Mereka menghancurkan Swedia 7-1, lalu menggulung Spanyol 6-1.
Skuad arahan Flavio Costa itu hanya butuh hasil imbang melawan Paraguay pada pertandingan penentuan.
Pada laga puncak di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, suporter Brasil sedang bersiap-siap untuk pesta usai Albino Friaca mencetak gol pada menit ke-47.
Tawa riang dan sorak-sorai suporter Selecao sempat redup pada menit ke-66 saat Uruguay mencetak gol balasan via Juan Alberto Schiaffino.
Baca Juga: Gabung Barcelona, Robert Lewandowski seperti Anak Kecil yang Punya Mainan Baru
#OnThisDay in 1950, @Uruguay won the #WorldCup by beating Brazil 2-1 at the Maracana pic.twitter.com/YlGs1o6tAE
— FIFA World Cup (@FIFAWorldCup) July 16, 2018
Toh, seperti penjelasan di atas, hasil 1-1 sudah cukup untuk Brasil mengunci titel di rumah sendiri.
Skenario berbalik 180 derajat pada menit ke-79.
Alcides Ghiggia membuat suporter tuan rumah terdiam lewat golnya yang menghunjam gawang Moacir Barbosa.
Skor 2-1 untuk Uruguay membuat Alcides Ghiggia memuncaki klasemen akhir dengan 5 poin dan sah jadi juara dunia.
Hasil antiklimaks itu menjadi duka nasional untuk Brasil.
Sejumlah anggota skuad yang berpartisipasi langsung pensiun, seragam tim mengalami perombakan, dan yang paling menyedihkan adalah adanya dua kasus suporter bunuh diri di stadion, serta indikasi kasus-kasus serupa di penjuru negeri.
Dari laga ini jugalah lahir istilah Maracanazo sebagai julukan laga Brasil-Uruguay.
Baca Juga: 5 Penyerang Elite Eropa yang Baru akan Debut di Piala Dunia 2022
2. Timnas Belanda, final Piala Dunia 1974
Belanda tampil begitu menjanjikan pada Piala Dunia 1974 di Jerman Barat dengan dimotori oleh Johan Cruyff.
Lolos dari fase grup pertama, De Oranje melewati fase grup kedua dengan menang atas Argentina, Jerman Timur, dan Brasil tanpa kebobolan.
Skuad arahan Rinus Michels itu pun berhak bermain pada babak final melawan tuan rumah, Jerman Barat, di Olympiastadion, Muenchen.
Materi Jerman Barat saat itu tidak kalah menakutkan dengan Paul Breitner serta Gerd Mueller sebagai juru gedor di lini depan.
Toh, Belanda melakoni pertandingan final dengan percaya diri.
Keyakinan untuk menang sudah muncul sejak menit ke-2 setelah penalti Johan Neeskens sukses menaklukkan Sepp Maier.
Trofi Piala Dunia perdana seperti sudah di depan mata.
⏱️ The fastest goal ever scored in a World Cup final ????
???????? Johan Neeskens fired the Netherlands ahead two minutes into the 1974 decider... without a single West Germany player having touched the ball ????
???? #WorldCup Moments | @OnsOranje pic.twitter.com/8kJv1oYovM
— FIFA World Cup (@FIFAWorldCup) April 29, 2021
Baca Juga: PIALA DUNIA - Philipp Lahm Protes Keras FIFA yang Kesampingkan HAM di Piala Dunia 2022
Kegembiraan Belanda cuma berlangsung selama 23 menit.
Memasuki menit ke-25, ganti Jerman Barat yang mendapatkan penalti.
Paul Breitner sukses melaksanakan tugas sebagai penendang dan menyamakan kedudukan.
Jerman Barat sukses membalikkan keadaan dua menit sebelum babak pertama usai.
Gerd Mueller membuat skuad arahan Helmut Schoen unggul 2-1.
Skor 2-1 tidak berubah hingga akhir pertandingan babak kedua. Jerman Barat sukses merengkuh trofi Piala Dunia kedua.
Johan Cruyff dan Belanda pulang dengan gigit jari.
3. Roberto Baggio, Piala Dunia 1994
Kesalahan fatal pada laga final tak melulu dilakukan secara kolektif.
Baca Juga: SEJARAH PIALA DUNIA - Ironi Si Kuncir Kuda, dari Pahlawan hingga Jadi Bencana untuk Italia
Pada olahraga tim seperti sepak bola, blunder individu pun tak jarang harus dibayar dengan sangat mahal.
Final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat menjadi contoh.
Italia bersua Brasil pada partai puncak yang membuat semua orang antusias.
Kedua finalis bukan cuma sama-sama berstatus tim elite dunia. Baik Italia dan Brasil sedang sama-sama mengejar trofi Piala Dunia mereka yang keempat sepanjang sejarah.
Pertaruhan yang amat tinggi untuk mereka-mereka yang dipercaya tampil pada laga puncak di Stadion Rose Bowl, Pasadena, California, tersebut.
Meski demikian, pertandingan tidak berlangsung dengan tensi tinggi.
Kedua tim seperti berhati-hati sepanjang laga. Tidak ada gol yang tercipta hingga memasuki babak tambahan.
Baca Juga: BURSA TRANSFER - Kompak Untung, Manchester United Mau Tampung Alvaro Morata
Skor 0-0 selama 120 menit memaksa kedua tim bermain lewat adu penalti.
Brasil sukses memimpin 3-2. Tiga dari empat algojo mereka sukses menaklukkan Gianluca Pagliuca.
Adapun Franco Baresi dan Daniele Massaro dari kubu Italia gagal mencetak poin.
Roberto Baggio pun maju sebagai penendang kelima untuk Gli Azzurri.
Ia sudah tampil cemerlang dengan gol-golnya sepanjang turnamen membantu Italia lolos ke babak final, termasuk saat Italia menyingkirkan Bulgaria pada babak 4 Besar.
Ekspektasi tinggi di pundak Roberto Baggio untuk memperpanjang napas Italia pun jadi sebuah keniscayaan.
Apes bagi pemain yang identik dengan rambut dikucir itu. Ia gagal melaksanakan tugasnya.
Tembakan kaki kanannya memang sanggup mengelabui kiper Brasil, Claudio Taffarel, namun bola melambung jauh di atas mistar gawangnya.
Kegagalan Baggio langsung disambut gemuruh sorak-sorai pemain dan suporter Brasil di Stadion Rose Bowl.
Italia dan Roberto Baggio pulang dengan kepala tertunduk di antara pesta pora tim Samba.
4. Zinedine Zidane, final Piala Dunia 2006
Piala Dunia 2006 mungkin jadi final paling penting untuk legenda hidup Prancis, Zinedine Zidane.
Hajatan sepak bola sejagat di Jerman itu adalah panggung pamungkas Zidane sebelum gantung sepatu.
Zinedine Zidane dan Les Bleus juga masih punya “utang” menebus luka setelah Prancis tersisih dari fase grup pada Piala Dunia 2002
Nyatanya, petualangan Zidane di Piala Dunia 2006 berakhir dengan mimpi buruk.
Bertemu Italia di partai final di Olympiastadion, Berlin, Zinedine Zidane membawa Prancis unggul pada menit ke-7 lewat penaltinya.
Baca Juga: Hasutan Sakti Mohamed Salah dan Eks Bintang Inter Milan Buat Georginio Wijnaldum Mau Gabung AS Roma
Italia merespons pada menit ke-19 lewat gol Marco Materazzi.
Skor 1-1 tidak berubah hingga menit ke-90 dan memaksa kedua tim melanjutkan laga ke babak perpanjangan waktu.
Zinedine Zidane dan Marco Materazzi-lah yang kemudian selamanya menjadi “wajah” dari final Piala Dunia 2006.
???? 13 Years Ago Today:
???? @Azzurri won the 2006 @FIFAWorldCup after beating @EquipeDeFrance on penalties.
???? THAT Zinedine Zidane headbutt on Marco Materazzi.
???? Red card for Zidane in final career game.
⚽️ @FabioGrosso with the winning penalty. pic.twitter.com/Zv1XZSOfRU
— SPORF (@Sporf) July 9, 2019
Bukan semata karena gol yang mereka ciptakan, tetapi karena momen antara kedua pemain ini pada menit ke-110.
Menyusul duel di lapangan hijau, Zidane bertengkar adu mulut dengan Materazzi.
Lalu, mendadak, bintang Real Madrid tersebut menanduk dada Materazzi hingga terjatuh.
Pemain Italia melakukan protes keras dan memaksa wasit Horacio Elizondo berkonsultasi dengan anak buahnya.
Hasilnya, Elizondo mendakwa Zidane dengan kartu merah, yang efektif mengakhiri karier Zidane di panggung sepak bola.
Baca Juga: BURSA TRANSFER - Chelsea Incar Penyerang Emosian Milik Crystal Palace
Prancis bermain dengan 10 orang hingga babak adu penalti.
Mimpi buruk Les Bleus belum selesai di situ. Italia menaklukkan mereka 5-3 pada babak tos-tosan.
Enam belas tahun setelah insiden tersebut, masih tak ada yang tahu motivasi Zidane menanduk Materazzi.
Mereka yang membela mengatakan Zidane diprovokasi oleh Materazzi.
Beberapa yang lain merasionalisasi bahwa momen pada menit ke-110 adalah momen Zidane menunjukkan kelemahannya, bukan cuma sebagai pemain, melainkan sebagai manusia.
Segalanya mungkin terjadi, tetapi momen final antiklimaks untuk Zidane masih abadi.
5. Arjen Robben, final Piala Dunia 2010
Tahun 2010 bukan tahun yang menyenangkan untuk Arjen Robben.
Ia datang ke Piala Dunia 2010 setelah gagal membawa Bayern Muenchen juara Liga Champions beberapa bulan sebelumnya.
Baca Juga: Ada Guna-guna Guardiola dalam Keputusan Lewandowski Hijrah ke Barcelona
Kondisi fisik Robben juga jadi momok buatnya selama turnamen.
Ia harus absen pada dua pertandingan pertama De Oranje di Piala Dunia 2010 karena masalah cedera hamstring.
Toh, Robben masih bisa menjawab kepercayaan Bert van Marwijk saat sudah bisa kembali bermain.
Ia berkontribusi pada fase gugur Belanda, termasuk saat mengalahkan Slovakia dan Uruguay.
Belanda sukses lolos hingga partai puncak menghadapi Spanyol.
Kedua tim sama-sama punya ambisi menjadi juara dunia baru, mengingat Belanda dan Spanyol belum pernah juara.
Pertandingan berlangsung alot dan panas di Stadion Soccer City, Johannesburg, Afrika Selatan.
Kedua tim sama-sama bermain gigih, tetapi tak ada gol yang tercipta.
Baca Juga: PIALA DUNIA - Philipp Lahm Protes Keras FIFA yang Kesampingkan HAM di Piala Dunia 2022
If Arjen Robben made that goal everything would’ve changed in the 2010 South Africa World Cup final.
The thing was that the Dutchman met the miracle goalkeeper. pic.twitter.com/tm8e7E8njJ
— Bet9ja (@Bet9jaOfficial) July 28, 2019
Arjen Robben punya kesempatan memecah kebuntuan pada babak kedua setelah menerima umpan dari Wesley Sneijder, tepatnya pada menit ke-62.
Ia bahkan tinggal berhadapan satu lawan satu dengan kiper Spanyol, Iker Casillas.
Nyatanya, Robben tak bisa menaklukkan Casillas. Tembakan yang ia lepaskan terlalu lemah dan bisa diantisipasi kapten Spanyol itu dengan kakinya.
Belanda tak bisa keluar dari tekanan Spanyol hingga menit ke-90.
Pertandingan berlanjut ke babak tambahan.
Bencana pun datang bagi Belanda pada menit ke-116 setelah Andreas Iniesta menjebol gawang Maarten Stekelenburg.
Duel di Johannesburg sukses melahirkan juara dunia baru dalam diri Spanyol, sedangkan Robben dan Belanda pulang dengan hanya medali perak.
Editor | : | Bonifasius Anggit Putra Pratama |
Sumber | : | FIFA.com, Berbagai sumber |
Komentar