BOLASPORT.COM - Pabrikan Jepang masih menguasai MotoGP. Akan tetapi dominasi mereka mulai tergerus oleh kebangkitan rival mereka dari Eropa.
Kalau BolaSporter perlu bukti besarnya kekuatan armada Negeri Sakura, tengok musim 2011 sampai 2015 ketika hanya pembalap Honda dan Yamaha yang bisa menang lomba.
Kesenjangan yang besar sampai membuat MotoGP mengeluarkan aturan konsesi untuk memberi ruang bagi pabrikan lain untuk mengejar ketertinggalan dalam pengembangan.
Standarisasi dalam berbagai peranti penting seperti ban dan ECU membuat kompetisi makin berlangsung dengan ketat.
Ducati dan Suzuki kembali menang pada 2016. KTM yang baru masuk pada 2017 menyusul dengan catatan serupa pada 2020.
Terakhir, Aprilia sukses bertransformasi dari pabrikan gurem menjadi salah satu tim terkuat pada MotoGP musim 2022.
Honda dan Yamaha yang mewakili kekuatan tradisional pada era MotoGP memang masih juara.
Akan tetapi jika ada satu kata yang bisa menggambarkan situasi mereka dalam beberapa tahun terakhir, kata itu barangkali adalah "jomplang."
Tak ada lagi duet solid di dalam tim yang menjadi juara seperti Valentino Rossi-Jorge Lorenzo, Casey Stoner-Dani Pedrosa, atau Marc Marquez-Dani Pedrosa.
Baca Juga: Dominasi Quartararo Tak Cuma Tutupi Borok Yamaha, tetapi Pabrikan Jepang pada MotoGP
Sejak musim 2018, hanya Suzuki—OTW keluar dari MotoGP—yang menjadi juara dengan kondisi kedua pembalap sama-sama bersaing di dalamnya.
Honda tidak menutup fakta bahwa mereka memfokuskan pengembangan motor berdasarkan umpan balik Marc Marquez seorang.
Pendekatan ini membawa keberhasilan bagi Honda sampai musim 2019, musim sebelum Marquez mengalami cedera parah.
Krisis masih dialami Honda sampai sekarang. Nada putus asa sempat keluar ketika mereka justru menyalahkan tren pengembangan aerodinamika sebagai biang keroknya.
Yamaha tidak lebih baik musim ini. Kecuali Fabio Quartararo, penunggang YZR-M1 lainnya terseok-seok di posisi belakang.
Respons Yamaha? Cuek. Managing Director Yamaha, Lin Jarvis, dengan percaya diri mengatakan gelar juara lebih penting daripada tim yang kompetitif.
"Pada akhirnya kami berada di sini untuk menjadi juara," ucap Lin Jarvis beberapa waktu lalu, dikutip Bolasport.com dari Sky Sport MotoGP.
"Jika satu pembalap yang menang, itu adalah situasi terbaik, lihat saja Marc Marquez bersama Honda."
"Lebih baik memiliki satu pembalap yang memenangkan kejuaraan daripada banyak pembalap yang tampil bagus tetapi tidak juara."
Baca Juga: Sembuh Saja Tidak Cukup, Marc Marquez Butuh Bantuan dari Jepang untuk Juara MotoGP
Meski begitu, sepandai-pandainya Quartararo melompat... maksudnya membawa Yamaha bersaing di depan, ada masanya ketika opsi melawan tidak memungkinkan.
Quartararo lesu setelah hanya finis di posisi kedelapan pada balapan terkini, MotoGP Inggris di Sirkuit Silverstone, sirkuit yang seharusnya menguntungkannya.
Penalti lap-panjang plus kelalaian yang berujung kesalahan pemilihan ban membuat Quartararo lebih banyak pasrah disusul pembalap-pembalap di belakangnya.
Quartararo makin tidak tenang karena 6 dari 8 pembalap terdepan yang mengepungnya berasal dari Ducati dan Aprilia, pesaingnya dalam perburuan gelar.
Kisah lama tentang Yamaha M1 dan kekurangannya kembali disenandungkan.
"Kecepatan tertinggi, akselerasi, dan grip ban belakang," komentar Quartararo soal kelemahan motornya dibanding dengan rival, dikutip dari GPOne.
"Akan tetapi, saya lebih senang untuk tidak membicarakannya. Kami harus tetap fokus karena ada beberapa aspek negatif yang tidak bisa ditingkatkan musim ini."
Yamaha bukannya cuma diam menanti kemenangan dari sang andalan.
Komitmen Yamaha akan pembenahan motor M1 pada tahun depan yang membuat Quartararo mantap bertahan untuk dua musim berikutnya.
Baca Juga: Kejar Gelar Sendirian dengan Motor Pelan, Fabio Quartararo Lebih Pantas Disebut Kuda Hitam
Hanya saja, mengetahui masalah-masalah Quartararo sudah ada sejak zamannya Valentino Rossi, cukup mengherankan untuk melihat Yamaha butuh waktu lama dalam mengatasinya.
Jadi apa masalahnya?
Pertanyaan ini coba dijawab Andrea Dovizioso yang telah berulang kali menyeberang dari pabrikan Jepang dan Eropa dalam kariernya.
Menurut pembalap yang sekarang memperkuat tim satelit WithU Yamaha RNF, perbedaan kultur adalah poinnya.
Dovizioso menuturkan bahwa pabrikan Eropa lebih berani dalam mengambil risiko daripada rival mereka dari Jepang pada MotoGP.
"Itu sudah jelas. Bukan cuma sekarang saja, saya pikir sejak lima, enam tahun terakhir, peta kekuatannya mulai berubah," kata Dovizioso, dilansir dari Crash.net.
"Struktur di dalam pabrikan Eropa benar-benar berbeda dari pabrikan Jepang."
"Seberapa besar pabrikan Eropa mendorong dan mengambil risiko sangat berbeda dengan pabrikan Jepang."
"Ini mengubah MotoGP sepenuhnya tetapi bukan sejak tahun ini."
Pembalap yang mencapai puncak karier bersama Ducati itu merasa pada dasarnya motor Eropa masih berada di belakang motor Jepang.
Baca Juga: Sudah 4 Kali Pecco Bagnaia Bikin Yamaha Alergi di Kandang Sendiri Musim Ini
"Tetapi basis saja tidak cukup. Anda memerlukan paket yang komplet," ujar Dovizioso merujuk fakta keunggulan Ducati cs. dalam pengembangan aerodinamika dan elektronik.
"Menurut saya, pabrikan Eropa sekarang lebih baik karena mereka bekerja dengan cara yang berbeda, terutama struktur tim dan aktivitas di belakang layar berbeda."
"Pabrikan Jepang sudah berulang kali menang. Mereka mencetak sejarah hebat. Tetapi kita berbicara soal pengembangan di kelas motor tertinggi. Perubahan ini wajar."
Dovizioso merasakan sendiri bagaimana saat bekerja dengan pabrikan Jepang sejumlah idenya terhalang batasan-batasan yang sulit untuk diubah.
"Saya tidak bisa bekerja dengan cara yang saya inginkan," sambung Dovizioso.
"Saya mencoba mengubah situasinya. Akan tetapi ketika berbicara dengan mereka, dan kami melakukan banyak pertemuan, Anda akan paham bahwa mentalitasnya berbeda."
"Pabrikan ini memiliki karakter seperti ini, Anda bisa melakukan ini dan tidak bisa melakukan ini."
"Saya pikir poinnya adalah perbedaan mentalitas. Bukan berarti saya akan mengatakan mereka seharusnya berubah. Itu salah dan saya bukan orang seperti itu."
"Masalahnya lebih soal mentalitas. Cara pabrikan Jepang bereaksi berbeda dengan pabrikan Eropa," tandasnya.
Baca Juga: Marc Marquez 'Blusukan' pada MotoGP Austria, Turun ke Lapangan untuk Selamatkan Honda
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | GPOne.com, Crash.net, Sport.sky.it |
Komentar