BOLASPORT.COM - Duka mendalam mengelilingi keluarga pembalap Supersport 300, Victor Steeman. Dua hari setelah Steeman meninggal dunia, ibunya juga berpulang.
Dunia balap motor kembali memakan korban.
Victor Steeman meninggal dunia akibat kecelakaan yang dialaminya pada race 1 seri Portugal dari Kejuaraan Dunia Supersport 300 pada Sabtu (8/10/2022).
Pembalap tim MTM Kawasaki tersebut terjatuh di Tikungan 14 dan tertabrak oleh rivalnya.
Kecelakaan tersebut membuat Stememan mengalami trauma berat pada kepala dan bagian tubuh lainnya.
Upaya penanganan medis telah dilakukan. Sayangnya, Steeman meninggal dunia di usia 22 tahun pada Selasa (11/10/2022).
Pembalap Belanda itu tewas ketika sedang menjalani musim terbaik dalam kariernya.
Tahun ini Steeman mencetak empat kemenangan, salah satunya terjadi dalam balapan kandang, dan menjadi runner-up kejuaraan.
"Sesuatu yang selalu kita khawatirkan sebagai orang tua dari pembalap motor sekarang terjadi," tulis keluarga Steeman dalam pernyataan resmi.
Baca Juga: MotoGP Australia 2022 - Jumat Berkah untuk Fabio Quartararo
"Victor kami tidak bisa memenangi balapan terakhirnya."
"Terlepas dari rasa kehilangan dan kesedihan yang tak tertahankan, kami sangat bangga untuk memberitahukan bahwa pahlawan kami, melalui kematiannya, dapat menyelamatkan lima orang lain dengan mendonorkan organnya."
"Kami ingin berterima kasih kepada semua orang atas simpati selama beberapa hari terakhir. Kami akan sangat merindukan Viktor kami.
Malang, musibah kembali menimpa keluarga Steeman.
Racesport.nl melaporkan bahwa ibu Victor Steeman, Flora van Limbeek (59 tahun), tutup usia pada Kamis (13/10/2022) siang waktu setempat.
Flora van Limbeek wafat karena mengalami henti jantung dan dipersatukan lagi dengan putra tercintanya setelah dua hari.
Harus Ada Perubahan
Kecelakaan Steeman memunculkan kembali desakan untuk merombak sistem kompetisi dari kelas SSP300 pada World Superbike dan Moto3 pada MotoGP.
Persaingan yang terlalu ketat di dua kelas balapan itu meningkatkan risiko kecelakaan fatal seperti yang dialami Steeman.
Steeman menjadi pembalap keempat yang meninggal dunia dalam waktu satu tahun di ekosistem tersebut.
Mei 2021, Jason Dupasquier (19 tahun) meninggal akibat kecelakaan yang dialami saat kualifikasi Moto3 Italia.
Juli 2021, giliran Hugo Millan (14 tahun) yang menjadi korban akibat insiden pada balapan European Talent Cup, kompetisi pra-Moto3, di Aragon, Spanyol.
September 2021, maut menjemput Dean Berta Vinales (15 tahun) saat balapan SSP300 di Jerez, Spanyol.
Sorotan saat itu lebih tertuju kepada fakta bahwa ketiga pembalap meninggal di usia muda.
FIM (Federasi Motor Internasional) dan Dorna Sports selaku promotor kemudian menaikkan batas usia pembalap dari 16 tahun menjadi 18 tahun.
Selain itu teknologi keselamatan juga digenjot untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Dupasquier, Millan, Vinales, dan Steeman tewas karena kecelakaan yang sama yaitu terjatuh tepat di depan pembalap lainnya.
Kini, muncul pendapat bahwa bukan pembalap yang menjadi persoalan tetapi kompetisi dan regulasi teknisnya.
Pembalap MotoGP, Maverick Vinales, sepupu Dean Berta Vinales, mengkritik bagaimana motor balap di kelas junior terlalu mudah.
Baca Juga: Apa Gunanya Yamaha Lebih Cepat kalau Tak Bisa Dipakai dengan 1 Tangan?
"Kategori semacam ini (SSP300), dengan motor seberat 140kg dan hanya bisa melaju 225 km per jam di lurusan, tidak ada gunanya," kata Vinales, dilansir dari Crash.
"Pembalap tidak belajar apa-apa. Dan jika Anda punya motor yang lebih cepat 2 kilometer per jam, Anda bisa menang."
"Saya ingat ketika masih kecil dan harus mengendarai motor GP125, jika tidak cukup berbakat, mustahil untuk menang atau mengikuti pembalap yang bagus."
"Saat pertama kali mencoba mengikuti seseorang, saya terpelanting dari motor. Jadi saya belajar. Anda harus berlatih, melakukan beberapa hal dengan benar."
"Tapi sekarang, juga di Moto3, Anda melihat pembalap bertahan dalam grup. Dulu tidak seperti ini dan talenta lebih penting daripada motornya."
"Masalahnya bukan soal usia, bukan soal pembalap, tetapi motornya."
Menurut Vinales tenaga pada motor setidaknya harus sebanding dengan beratnya. Selain itu kualitas suku cadang pada motor juga harus ditingkatkan.
"Motornya tidak punya tenaga tetapi beratnya seperti motor MotoGP. Remnya buruk. Swingarm dari motor jalan raya, jadi masalahnya adalah kategorinya," tambahnya.
"Di usia 13 tahun saya sudah berlomba dengan motor GP125 dan tidak ada yang terjadi karena kami tidak ber-20 dalam satu grup."
"Hanya ada 3-4 pembalap dalam satu grup, tidak lebih, karena sulit untuk mengendarai motornya."
"Pada intinya, motornya terlalu berat, tidak bertenaga, jadi mereka berlomba dalam grup. Itulah masalah terbesarnya menurut saya."
Baca Juga: MotoGP Australia 2022 - Dunia Sedang Terbalik untuk Marc Marquez dan Fabio Quartararo
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | racesport.nl, Crash.net |
Komentar