"Harusnya ganda campuran nomor tiga nasional harus bisa stabil mulai sekarang. Tetapi, peringkat kedua dan ketiga nasional sudah hilang. Jadi, yang ada (nasional) nomor empat harus ada di peringkat satu nasional sehingga ada gap disitu mau tidak mau."
"Misalnya saat Sudirman Cup, negara lain sudah menurunkan pasangan nomor satu, sedangkan nomor satu Indonesia seharusnya masih nomor empat (nasional).
Kondisi tersebut menurut Tontowi membuat ganda campuran di pelatnas harus berusaha ekstra keras.
"Bukan menyalahkan pelatihnya. Namun, memang ada gap. Waktu zaman Owi/Butet, Zhang Nan/Zhao Yun Lei, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen (Denmark), Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong, Dechapol/Sapsiree itu sudah ada,"
"Tetapi, mereka belum matang karena masih kalah dengan pemain di atas. Harusnya saat masih zaman tiga wakil ini, ganda campuran Indonesia di bawahnya harus sudah matang," ujar Tontowi.
"Yang sudah matang lengser sehingga pemain di bawahnya naik level dan menjadi andalan setelah pemain teratas Indonesia pensiun. Namun, sekarang pasangan yang masih di bawah ini sudah naik karena nomor dua dan nomor tiganya hilang."
"Ini yang menjadi kendala menurut saya. Bukan berarti gap mereka terlalu jauh. Mereka hanya tertinggal pengalaman dan yang belum punya banyak pengalaman ini disuruh menghadapi musuh berpengalaman yang butuh proses juga," tutur Tontowi.
Pria berusia 35 tahun itu menjelaskan bahwa pergantian pemain terjadi setelah Olimpiade.
"Sama juga kejadiannya dengan ganda putra. Waktu itu 2015, awal mula Minions naik itu dari situ. Dulu ada Ahsan/Hendra, Lee Yong-dae. Minions belum bisa untuk menyodok mereka," ucap Tontowi.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar