BOLASPORT.COM - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah menerima hasil laboratorium gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan.
Hasil labarotarium diserahkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kepada ketua TGIPF, Mahfud MD.
"BRIN sudah menyerahkan hasil labnya tentang gas air mata itu ya dan itu nanti masih harus dikonfirmasi dengan hasil otopsi sementara ya," kata Ketua TGIPF Mahfud MD dikutip dari kompas.com, Jumat (21/10/2022).
Akan tetapi, Mahfud mengatakan hasil laboratorium itu tidak akan dipublikasikan ke publik.
Pasalnya, TGIPF telah merampungkan tugas dan menyerahkan laporannya ke Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan - Polisi Disebut Lakukan Pengaburan dan Penghambatan Pengungkapan Fakta
Menurut Mahfud, hasil laboratorium itu hanya akan dilaporkan kepada polisi untuk keperluan penyidikan.
"Ya nanti (diserahkan ke polisi) kalau diperlukan kasus pidananya," jelas Mahfud.
Mahfud juga mengaku tidak bisa menyampaikan hasil penelitian BRIN terkait kandungan gas air mata di Tragedi Kanjuruhan.
Ia menyebut jika dirinya bukan orang yang berkompeten dalam bidang ilmu Kimia.
Meski demikian, Mahfud tetap meyakini gas air mata adalah penyebab kematian 134 orang walaupun tidak secara langsung.
"Belum tentu karena kimianya, melainkan karena penyemprotannya atau penembakannya itu membuat orang lari, sesak napas, pintu tertutup lalu berdesak-desakan itu," kata Mahfud.
Pria yang menjabat Menko Polhukam itu menegaskan apapun hasil pemeriksaan BRIN, tidak mengubah kesimpulan TGIPF bahwa kematian masssal dipicu karena gas air mata.
Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan hal tersebut ketika penyerahan hasil Investigasi TGIPF di Istana Kepresidenan.
"Yang mati dan cacat serta sekarang kritis, dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang ditembakkan, itu penyebabnya," kata Mahfud MD, Jumat (14/10).
Baca Juga: PSSI Gelar Rapat Bersama Satgas Transformasi Sepak Bola Indonesia
Dia juga menjelaskan proses jatuhnya korban jauh lebih mengerikan dibandingkan video-video yang sudah beredar selama ini.
Sebab, TGIPF merekonstruksi rekaman dari 32 kamera CCTV yang dimiliki aparat.
"Itu lebih mengerikan dari sekadar semprot mati, semprot mati. Ada yang saling gandengan untuk keluar bersama, satu bisa keluar, satu tertinggal, yang di luar balik lagi untuk nolong temannya, terinjak-injak, mati," kata Mahfud.
"Ada juga yang memberikan bantuan pernapasan karena satunya sudah tidak bisa bernapas, membantu, kena semprot juga, mati, lebih mengerikan dari yang beredar karena ini ada di CCTV," ujarnya lagi.
View this post on Instagram
Editor | : | Bagas Reza Murti |
Sumber | : | kompas |
Komentar