BOLASPORT.COM - Pendukung gerakan European Super League belum kapok dan kini mengusulkan kompetisi yang diikuti 80 tim.
European Super League sempat menjadi bahan perdebatan pada awal 2021.
Pada April 2021, sebanyak 12 klub elite Eropa menyepakati proposal European Super League, kompetisi yang bisa jadi mengubah struktur sepak bola secara global.
Para klub itu adalah enam raksasa Inggris yakni Manchester United, Liverpool, Chelsea, Arsenal, Manchester City, dan Tottenham Hotspur.
Liga Spanyol mengirim tiga tim elite; Barcelona, Real Madrid, dan Atletico Madrid.
Adapun wakil dari Liga Italia adalah para klub yang paling sering menguasai liga domestik: Juventus, AC Milan, dan Inter Milan.
Klub-klub ini akan mengadakan kompetisi sendiri yang sifatnya independen atau terpisah dari kompetisi seperti Liga Champions atau Liga Eropa yang dibesut UEFA, otoritas sepak bola Eropa.
European Super League dipercaya dapat mendukung keberlanjutan status finansial klub dalam jangka pendek dan panjang.
Sikap ke-12 klub ini mengundang kritik negatif dan kemarahan suporter masing-masing tim.
Pasalnya, European Super League dianggap hanya memperkaya klub-klub pesertanya.
Hal itu tidak sesuai dengan skema yang diusung UEFA.
Mereka selama ini mendistribusikan sejumlah uang dari hak siar untuk klub-klub kecil dan asosiasi tim nasional di Eropa yang butuh dukungan.
Gelombang protes membuat mayoritas klub penggagas mundur, kecuali Barcelona, Real Madrid, dan Juventus.
Pada akhirnya, ide tersebut seperti berada dalam “tidur panjang” alias tidak ada tanda-tanda berlanjut.
Sedang dalam fase “stasis” tidak berarti ide European Super League lantas padam.
Baca Juga: Wahai Darwin Nunez, Liga Inggris Itu untuk Pria Sejati Bukan Buat Bocah
Dikutip BolaSport.com dari London Evening Standard, para penggagas liga ini tengah menggodok wacana membuat kompetisi baru.
Nantinya, antara 60 hingga 80 klub bisa ikut dalam kompetisi ini.
Format kompetisi tersebut adalah tidak melibatkan klub sebagai anggota permanen.
Setiap kontestan pun dijanjikan akan menjalani 14 pertandingan per musim.
Sistem ini berbeda dengan skema awal ketika European Super League masih terdiri dari 12 klub.
Semula, kompetisi ini direncanakan bersifat tertutup atau hanya melibatkan para klub yang turut serta menjadi penggagas.
Hanya saja, belum ada detail soal sistem promosi dan degradasi, serta struktur divisi di kompetisi yang masih berformat wacana tersebut.
A22, perusahaan saudara (sister company) ESL, terindikasi sudah mendekati lebih dari 50 klub di penjuru benua Eropa.
Namun, A22 menolak mengelaborasi klub-klub mana saja yang mereka dekati soal gagasan baru ini.
Para pendukung European Super League juga masih gigih mengkritik skema UEFA selama ini.
Mereka menilai UEFA memonopoli sistem kompetisi regional.
Sikap UEFA dinilai akan merugikan klub-klub.
Salah satu kritik terhadap UEFA datang dari CEO A22, Bernd Reichart, dalam tulisannya di Die Welt, surat kabar ternama asal Jerman.
“Klub-klub adalah pihak yang menanggung risiko bisnis dalam sepak bola. Hanya saja, dalam proses pengambilan keputusan, mereka terlalu sering harus berdiam diri,” kata Reichart.
Baca Juga: Ada Lionel Messi, PSG Tak Ada Alasan untuk Tidak Juara Liga Champions
“Dialog European Super League sudah menjelaskan bahwa seringnya klub-klub mustahil untuk angkat bicara melawan sistem yang mengancam sanksi untuk mencegah perlawanan,” ucapnya lagi.
Editor | : | Ade Jayadireja |
Sumber | : | London Evening Standard |
Komentar