"Saat itu dia (Sahara) meminta saya untuk mencari tahu apakah Rossi mau balapan bersama kami pada musim 2014," imbuhya.
Brivio mengakui bahwa metode kerja dan cara dia mengambil keputusan terkadang dipandang aneh bagi sebagian petinggi Jepang.
Namun hal tersebut tidak menyurutkan niatnya. Malahan akhirnya pihak Suzuki mau terbuka untuk menerapkan cara kerja baru yang ia terapkan.
Keberhasilan Brivio menyatukan budaya kerja Eropa dan Jepang pun disebut-sebut sebagai kunci kesuksesan Suzuki di MotoGP.
Di sinilah perbedaan Suzuki dengan Honda dan Yamaha.
Brivio melihat keterbatasan yang sekarang dialami dua petinggi pabrikan Jepang dari Eropa yaitu Alberto Puig (Manajer Tim Honda) dan Lin Jarvis (Direktur Yamaha).
"Awalnya, di Suzuki mereka memperlakukan saya seperti orang gila. Mereka bilang kepada saya, 'Kami tidak melakukan hal-hal seperti itu'," ungkap Brivio.
"Tapi setelah beberapa saat, mereka mulai sedikit lebih mempercayai saya sampai mereka luwes," tambahnya.
Hal itu ditegaskan mantan teknisi Suzuki yang kini bekerja bagi pabrikan Eropa.
"Kami seperti keluarga," aku teknisi yang tidak disebutkan namanya.
"Di Suzuki, mereka sangat mempercayai kami. Apakah Anda bisa membayangkannya ini terjadi di Honda atau Yamaha? Tentunya tidak," tandasnya.
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Motorsport Total, MotorSport Espana |
Komentar