"Mereka (Thailand)? Tidak, mereka banyak sekali pemain abroad. Bahkan saat PSIS memanggil klub Malaysia, Selangor dan main lawan mereka, ternyata kualitasnya diatas kita."
"Kok anak kecil mainnya bagus banget, ternyata pernah di Jepang pak Liga 2, ini Korea, ini Eropa pak," lanjutnya.
Faktor terakhir yang membuat Timnas Indonesia gagal berbicara banyak di turnamen internasional adalah penyakit star syndrome.
Menurutnya, para pemain Indonesia mulai berusia 23-25 tahun mulai fokus untuk membangun keluarga, sehingga tidak berfokus ke sepak bola sepenuhnya.
"Kalau anak-anak usia 23 25 di Indonesia itu, begitu pemain itu sukses, sudah dikontrak cukup besar sama klub. biasanya kalau di Indonesia itu anak-anak ini berubah bertransformasi menjadi pemimpin keluarga," ujar Yoyok Sukawi.
"Itu kalau saya sebut star syndrome. Jadi, begitu dia top ketika dikontrak PSIS, dengan yang tadinya gajinya 5 juta begitu masuk Timnas besok gajinya jadi 150 juta."
Baca Juga: Fernando Valente Hormati Pilihan Evan Dimas Pergi Dari Arema FC
"Ini anak ini jadi kepala keluarga, bahkan di desanya bisa seperti kepala desa, dia itu diagung-agungkan sebagai pejuang, ini yang membuat konsentrasi pemain jadi terpecah."
"Kalau di luar negeri yang berhasil-berhasil itu anak-anak usia 23 25 itu rata-rata begitu suruh konsentrasi main bola. Nggak boleh ya berpikir lain, apalagi nikah."
"Ada yang sesudah nikah performanya turun. Habis latihan tidur, habis itu nemenin istrinya jalan-jalan. Malamnya, Istrinya minta ditemenin lagi sampai subuh. Habis itu nanti latihan lagi, lelaki mana ya enggak lelah kalau begitu. Itu fakta," tutupnya.
Editor | : | Mochamad Hary Prasetya |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar