Kemudian pada poin 5 dituliskan “Klub atau badan yang anggotanya (pemain dan/atau ofisial) melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan pelanggaran tersebut dilakukan secara sistematis (contoh: dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa anggota dari klub atau badan tersebut) dapat dikenakan sanksi: A. Diskualifikasi, untuk klub non-Liga 1 dan non-Liga 2, B. Degradasi, untuk klub partisipan Liga 1 dan Liga 2. C. Denda sekurang-kurangnya Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).”
Hal tersebut diperkuat lagi dengan pasal 72 tentang manipulasi pertandingan secara ilegal poin 5 yang tertulis “Klub atau badan yang terbukti secara sistematis (contoh: pelanggaran dilakukan atas perintah atau dengan sepengetahuan pimpinan klub, dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa anggota dari klub atau badan tersebut) melakukan konspirasi mengubah hasil pertandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dijatuhi sanksi dengan (i) sanksi denda sekurang-kurangnya Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan (ii) sanksi degradasi, dan (iii) pengembalian penghargaan.”
Jika mengacu poin di atas, lantaran saat ini PSS merupakan partisipan klub Liga 1, maka memungkinkan mereka bisa disanksi degradasi.
Sedangkan Madura FC tidak diketahui secara pasti nasibnya kini.
Itu lantaran di Liga 3 Jatim 2023 juga tidak terdaftar nama klub tersebut.
Selain itu, jika berdasarkan pada pasal 43 Kode Disiplin 2023 tentang batas waktu untuk mengadili pelanggaran disiplin.
Meski sudah terjadi pada 2018 dan baru diputuskan adanya match fixing pada 2023, mengenai kasus korupsi (dalam hal ini match-fixing termasuk di dalamnya) tidak ada batas waktunya.
Artinya, sanksi tetap bisa diterapkan oleh Komite Disiplin PSSI.
Pada sisi lain, di saat yang bersamaan Satgas Antimafia Bola Polri juga mengungkapkan adanya kasus rumah judi online SBotop.
Editor | : | Mochamad Hary Prasetya |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar