"Saya telah melihat pendukung Inggris menyebut itu seperti Liga Zombi."
"Menjelang Natal, mereka melihat sebuah kotak di bawah pohon dan mulai merayakannya."
"Tapi kemudian ketika membuka kotak itu, mereka menyadari tidak banyak yang ada di dalamnya," lanjut Ceferin.
Rencana pendirian Liga Super Eropa mengemuka pada April 2021 silam, di mana proyek ini memungkinkan pendapatan klub dari kompetisi beredar di kantong pesertanya sendiri.
Seratus persen pemasukan bakal masuk kas klub karena mereka sendiri yang mengelolanya.
Hal ini berbeda dengan skema terpusat dari UEFA, misalnya untuk di Liga Champions, dengan mendistribusikan sejumlah uang hak siar tim elite buat klub-klub kecil dan asosiasi yang membutuhkan sokongan di semua penjuru Benua Biru.
Dana tersebut membantu proyek keberlanjutan di bidang olahraga pada level akar rumput dan profesional di beberapa negara.
Klub-klub top Eropa tidak puas dengan kue pembagian dari UEFA.
Karena itulah mereka menggunakan Liga Super Eropa sebagai respons atau ancaman demi mengeruk cuan lebih banyak, terutama pada saat dihantam COVID-19 lalu.
Real Madrid dkk merasa bahwa tim-tim elite inilah yang menjadi alasan kenapa jutaan orang ingin menonton Liga Champions.
Nilai hak siar bakal semakin terdongkrak pula jika pertandingannya pun mempertemukan sesama tim raksasa.
Anggota Liga Super Eropa adalah barisan klub besar yang mapan dalam hal prestasi dan basis suporter di dunia, sehingga mereka yakin fan tetap akan menyaksikan tim kesayangannya di kompetisi apa pun.
Kebijakan inilah yang dinilai bakal mematikan nilai-nilai sepak bola. Klub kaya semakin kaya, yang miskin semakin terjepit.
Apalagi, UEFA dinilai bisa ketar-ketir karena Liga Super Eropa menjanjikan semua pertandingan dan cuplikannya bisa dinikmati secara gratis oleh penonton sepak bola di seluruh dunia.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | ESPN.com, UEFA.com |
Komentar