Memang, Axelsen masih memimpin dalam rekor pertemuan total dengan 7 kemenangan dari 10 kali pertemuan atas Prannoy.
Namun, reputasi Prannoy sebagai pemain yang sering merepotkan Axelsen tetap terlihat karena tujuh laga di antaranya berlangsung hingga rubber game.
Tak heran jika nama Prannoy diperhitungkan sebagai kuda hitam di ajang-ajang besar apalagi menjelang Olimpiade Paris 2024 mendatang, di mana Axelsen menjadi juara bertahan.
Usia tidak menjadi halangan bagi Prannoy untuk mengejar prestasi lebih jauh.
Tunggal putra peringkat delapan dunia tersebut justru makin menggebu untuk menunjukkan bahwa dia belum habis.
"Saya telah sering diabaikan berkali-kali sepanjang karier saya," ucap Prannoy kepada Decan Herrald, sebagaimana dikutip BolaSport.com dari Sportskeeda.
"Saya senang hal ini terjadi karena persepsi saya tentang pembelajaran telah berkembang selama bertahun-tahun."
"Masa setelah usia 26-27 adalah saat di mana saya menyadari bahwa saya masih bisa melakukan hal-hal baru untuk terus berkembang dan unggul," timpalnya.
"Usia hanya angka. Tahun lalu adalah musim kompetisi yang luar biasa bagi saya."
"Beberapa bulan pertama awalnya berjalan lambat, tapi kemudian saya bisa tampil baik setelah bulan April ketika saya mulai banyak mengikuti turnamen."
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Deccan Herald, Sportskeeda.com |
Komentar