"Secara mental itu juga sangat sulit karena Anda merasa sangat dipinggirkan," kata Helene Ba.
"Terutama jika Anda sedang berada di bangku cadangan lalu wasit memerintahkan Anda pergi ke tangga tribun, lalu semua orang melihat Anda, berjalan dengan penuh rasa malu dan aneh," tandasnya.
Kebijakan Prancis yang melarang atletnya berhijab, terutama jelang Olimpiade Paris 2024 ini telah dianggap bagian dari rasisme.
Serta melanggar hak asasi manusia.
"Jelas ini merupakan pelanggaran terhadap Piagam, nilai-nilai dan ketentuan Olimpiade, serta serangan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental kami," ucap Helene Ba kepada Ouest-France.fr.
"Saya pikir ini akan menjadi momen memalukan bagi Prancis," tegasnya.
Sayangnya, kebijakan Prancis yang cukup ekstrem ini tidak ditanggapi serius oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Pihak IOC justru terkesan tidak ingin terlibat pada masalah sensitif ini.
Padahal, mereka adalah bagian dari komite tertinggi yang menangani regulasi kompetisi Olimpiade.
"Kebebasan beragama ditafsirkan dengan cara yang berbeda, oleh negara yang berbeda," demikian ucap perwakilan IOC.
Larangan Prancis membatasi atlet muslimah berhijab ini ditengarai bisa jadi kemunduran karena atlet-atlet muslimah dari negara lain masih mampu berprestasi.
Amerika Serikat bahkan telah memiliki atlet muslimah pertama yang memakai hijab saat bertanding di Olimpiade Rio 2016 lalu melalui atlet anggar Ibtihaj Muhammad yang berhasil meraih medali perunggu.
Editor | : | Agung Kurniawan |
Sumber | : | ouest-france.fr |
Komentar