BOLASPORT.COM - Mengakhiri kebuntuan tunggal putri Indonesia di Olimpiade Paris 2024 tak membuat Gregoria Mariska Tunjung puas. Apalagi, dia merasa bisa meraih hasil lebih baik.
Gregoria Mariska Tunjung menjadi tunggal putri Indonesia pertama yang mendapatkan medali di Olimpiade sejak Maria Kristin Yulianti di Beijing 2008.
Sama seperti pendahulunya 16 tahun yang lalu, Gregoria juga meraih medali perunggu.
Medali perunggu bagi Jorji dipastikan setelah calon lawannya, Carolina Marin (Spanyol), mundur karena cedera lutut.
Gregoria sudah bangga dengan pencapaiannya untuk menembus semifinal. Sebagai informasi, dia menjadi Merah Putih satu-satunya yang bertahan sejak masih tampil di babak 16 besar.
"Saya bangga dengan persiapan saya yang sudah saya jalani, bagaimana kerasnya saya latihan dan saya bangga dengan hasil di semifinal ini," kata Gregoria dalam siaran pers dari PBSI.
"Tapi untuk hari ini saya belum puas karena saya rasa saya ada kesempatan untuk menang apalagi dengan keunggulan di gim pertama."
Gregoria hampir membuat kejutan ketika mampu merepotkan unggulan pertama, An Se-young (Korea Selatan), di babak semifinal.
Baca Juga: BREAKING NEWS - BWF Konfirmasi Perunggu Gregoria, Indonesia Pecah Telur di Olimpiade Paris 2024
Gregoria mampu mencuri gim pertama dalam pertandingan pada Minggu (4/8/2024) di Porte de La Chapelle Arena, Paris, Prancis.
Dia juga dapat mengimbangi hingga paruh gim kedua. Akan tetapi, begitu An Se-young memaksa reli-reli panjang, Gregoria kesulitan untuk menembus pertahanannya.
Dalam adu ketahanan ini, An Se-young, yang punya reputasi jarang membuat kesalahan, berbalik unggul atas Gregoria yang kalah solid.
Gregoria memaparkan bahwa taktik defensif dari An Se-young membuatnya tidak nyaman. Juara Kumamoto Masters 2024 itu menyesal karena terlambat merespons.
Dalam wawancara yang dibagikan NOC Indonesia, Jorji merasa bisa saja menang dalam dua gim langsung jika dapat mengantisipasi dengan lebih cepat.
Dia sadar bahwa kekurangan ini harus diatasinya.
"Seorang juara kayanya mau lawan apapun, kayanya harus dilawan juga ya, mau tipe nyerang, tipe cepat, tipe lambat, atau rally yang kuat sekalipun An Se-young," ungkap Gregoria.
"Seorang juara harusnya bisa melakukan itu, cuma tadi yang sangat disayangkan itu sih, aku di game kedua terlalu lama untuk membaca dan cari celah melawan balik."
"Aku terlampau dengan main satu-satunya dia (reli panjang), dan itu sangat nyaman untuk dia mengatur aku."
Gregoria memuji keunggulan An Se-young dalam memaksakan pola permainannya. Menurutnya, itulah salah satu kualitas yang dimiliki mantan bocah ajaib itu.
"Dia adalah salah satu pemain kuat banget, mau lawan siapapun tetep kekeh dengan permainan dia, dan bagus banget, mateng banget," tutur Gregoria.
"Dia mau main dengan siapapun dengan pola apapun dia bisa nih, semuanya jadi keikut dia gitu loh kak, itu salah satu keunggulan dia, dia nomor satu dunia juga."
"Kelihatan dari kualitas permainannya tadi."
Jorji baru bisa kembali melawan setelah paruh interval gim ketiga. Selisih skor jauh 3-11 dapat dipangkasnya hingga tersisa tiga angka di 13-16.
Apes, An kembali memutus momentumnya hingga match point di 13-20. Dari sana, tiga poin beruntun dari Gregoria tidak cukup untuk membalikkan keadaan.
"Mungkin lebih ke aku udah gak mikirin hasilnya, apapun yang aku lakukan aku mau coba aja, aku udah gak mikirin pengen gimana," ungkap Gregoria soal kebangkitannya.
"Udah, aku gak mau kalah gitu aja. Sayang banget aku kalau udah main sampai semifinal Olimpiade, kaya gak mencoba apapun.
"Jadi kaya di game 3 aku udah ketinggalan jauh banget, 3-11, aku mencoba untuk, oke apapun yang aku lakuin aku mau nantang diri aku untuk ngelakuin lebih."
Editor | : | Ardhianto Wahyu |
Sumber | : | NOC Indonesia, PBSI |
Komentar