BOLASPORT.COM - Ganda putra Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik, semringah dengan pencapaian mereka yaitu medali perunggu dari Olimpiade Paris 2024.
Aaron Chia/Soh Wooi Yik sukses merengkuh medali perunggu setelah memenangkan duel alot kontra wakil Denmark, Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen.
Mereka bangkit dari situasi nyaris kalah dalam pertandingan perebutan peringkat ketiga di Porte de La Chapelle Arena, Paris, Prancis, Minggu (4/8/2024).
Juara Dunia 2022 itu menang dengan skor 16-21, 22-20, 21-19.
Dengan hasil tersebut, Chia/Soh sudah mengoleksi dua medali perunggu Olimpiade. Mereka tak pernah gagal merebut medali sejak debut di Tokyo 2020.
Ambisi Chia/Soh bahkan sudah terarahkan ke episode selanjutnya dari ajang multi-event empat tahunan yakni Olimpiade Los Angeles 2028.
Semangat untuk terus berkembang pun diungkapkan.
"Kami masih memiliki banyak ruang untuk berkembang," ujar Aaron Chia setibanya di bandara Kuala Lumpur, Rabu (7/8/2024), dilansir BolaSport.com dari NST.
"Kami harus mempersiapkan diri dengan baik jika ingin bertarung di LA 2028. Kami juga harus menjaga kesehatan."
"Kami belajar banyak dari Olimpiade, kami mendapatkan perunggu kedua di Olimpiade kedua kami. Ini terasa spesial bagi kami."
"Kami bangkit dari situasi yang sulit dan akhirnya mendapatkan perunggu," ujarnya.
Chia/Soh kemudian mengulas satu pertandingan yang menghadirkan kekecewaan saat mereka kalah pada babak semifinal.
Kans untuk meraih emas pertama Malaysia di Olimpiade kandas karena Chia/Soh dijegal unggulan pertama, Liang Wei Keng/Wang Chang (China), dengan skor 19-21, 21-15, 17-21.
Meski hasilnya tidak sesuai harapan, Soh Wooi Yik mengatakan bahwa mereka telah melakukan yang terbaik.
"Semua orang mengincar medali emas di Paris, begitu juga kami," kata Soh.
"Pertandingan ini cukup sulit dan kompetitif. Semua orang menganalisis kami dan kami juga menganalisis yang lain."
"Babak semifinal sangat penting, China memiliki strategi yang lebih baik saat melawan kami, tidak diragukan lagi mereka masih yang terbaik."
"Saya pikir kami telah melakukan bagian kami, kami memberikan segalanya, apa pun yang kami pelajari dari latihan, itu keluar," ujar Soh.
Chia/Soh boleh bangga dengan pencapaian mereka. Sebab, mereka bisa mengatasi satu kesulitan selama Olimpiade Paris 2024 yaitu tekanan mental.
Soh menambahkan, mampu mengatasi tekanan mental saat bertanding adalah sesuatu yang penting karena di Paris 2024 lah mereka bisa merasakan atmosfer Olimpiade sebenarnya.
"Tidak ada suporter di Olimpiade Tokyo. Kemarin kami bisa merasakan tekanan dan dukungan saat memasuki stadion di Paris," tutur Soh.
"Kami senang bahwa kami berhasil mengatasinya. Kami tidak mendapatkan medali emas tetapi berhasil memenangkan perunggu," ujarnya.
Faktor mental dan pikiran memang menjadi tantangan bagi pemain dan pelatih di kompetisi semegah Olimpiade.
Para wakil Indonesia pun tak terkecuali. Dari enam wakil, hanya dua yang lolos dari fase grup meski semuanya punya peluang untuk lolos.
Seperti dilansir dari Kompas TV, ganda putri, Siti Fadia Silva Ramadhanti, yang harus tumbang duluan dalam debut Olimpiadenya tidak menampik hal ini.
"Selanjutnya evaluasi lagi dengan pelatih dengan semua tim ganda putri untuk melakukan yang terbaik," kata Fadia saat tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
"(Kendala) banyak sih dari mental dan pikiran, jadi tidak hanya teknik saja."
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Ricky Soebagdja, juga mengatakan mental adalah faktor terpenting di lapangan.
"Inilah Olimpiade dengan semua atmosfernya, memang berbeda dengan turnamen lain," ujar Ricky saat mengomentari bergugurannya pemain Tanah Air di babak penyisihan grup.
"Beban dan tekanan besar akan dirasakan semua atlet."
"Siapa yang siap secara mental dan bisa mengatasi rasa takut, rasa gugup dan demam panggung itu yang akan menang. Berbicara skill dan teknis semua sudah sama."
"Bagaimana para atlet-atlet top dunia bahkan menumpahkan euforia kemenangan sangat luar biasa saat menang padahal baru babak-babak awal."
"Ini bukan hanya kemenangan kepada lawan tapi kemenangan atas pikiran-pikiran mereka sendiri. Itu yang sangat membedakan."
"Siapa yang bisa menentukan? Ya atlet itu sendiri," ujar Ricky.
Editor | : | Ardhianto Wahyu |
Sumber | : | NST.com.my |
Komentar