Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

4 Alasan El Clasico Jadi Laga Istimewa

By Lariza Oky Adisty - Rabu, 20 Desember 2017 | 22:06 WIB
Duel antara kapten Real Madrid, Sergio Ramos (kiri), dan Lionel Messi, yang menjabat kapten Barcelona dalam partai el clasico di Santiago Bernabeu, Madrid, 16 Agustus 2017. (CURTO DE LA TORRE / AFP)

Partai El Clasico antara Real Madrid dan FC Barcelona masih jadi pertandingan sepak bola paling menarik perhatian dunia. Namun, pertandingan ini bukan cuma soal menang atau kalah.

Kedua tim bertemu di Santiago Bernabeu pada pertandingan hari Sabtu (23/12/2017) mendatang.

Baik FC Barcelona maupun Real Madrid sama-sama butuh tiga poin untuk memuluskan perjalanan di Liga Spanyol.

Namun, yang membuat laga El Clasico seru bukan cuma perebutan tiga poin.

Banyak aspek yang membuat pertandingan ini jadi menarik, sekaligus penting.

Berikut beberapa alasan di antaranya.

1. Aspek politik

Rivalitas Real Madrid dan Barcelona seperti cermin dari tensi politik di Spanyol.

Real Madrid direken punya basis fans yang terdiri dari kaum konservatif dan nasionalis.

Adapun Barcelona yang berada di wilayah Catalunya punya basis pendukung di daerah tersebut.

(Baca Juga: Jago Main FIFA, Pemain Ini Direkrut Klub Kasta Teratas Liga Jerman)

Seperti diketahui, Catalunya aktif berkampanye untuk memisahkan diri dari Kerajaan Spanyol, seperti yang terjadi pada referendum beberapa waktu lalu.

Richard Fitzpatrick dalam buku El Clasico: Barcelona vs Real Madrid: Football's Greatest Rivalry mengatakan, warga Catalan secara tidak langsung menjadikan Barcelona sebagai simbol perlawanan terhadap status quo.

Di saat yang sama, El Clasico juga mempersatukan kedua klub di tengah kisruh politik.

Baik Real Madrid dan Barcelona tidak bisa kehilangan partai El Clasico, skenario yang sangat mungkin terjadi seandainya Barcelona dan Catalunya memerdekakan diri.

"Saya tidak bisa membayangkan Spanyol tanpa Catalunya, serta Liga Spanyol tanpa Barcelona," kata presiden Real Madrid, Florentino Perez, seperti dikutip BolaSport.com dari AS.

Sid Lowe, pakar Liga Spanyol yang menulis Fear and Loathing in La Liga, juga berpendapat sama.

"Barcelona takkan mau kalah atau tidak berpartisipasi di laga ini, meski mungkin harus mempertaruhkan sikap politik mereka," kata Lowe.


2. Dua kuda pacu Spanyol

Selain faktor sejarah dan muatan politisnya, El Clasico dipanaskan pula dengan perebutan pengaruh kedua klub sebagai penguasa utama Liga Spanyol.

Indikasi soal ini dapat terlihat sejak musim 2004-2005.

Menurut statistik yang dihimpun BolaSport.com, tim yang mampu menang setidaknya dalam satu laga El Clasico punya kans lebih besar untuk menjuarai liga pada akhir musim.

Sebutlah musim 2005-2006 sebagai contoh pertama.

(Baca Juga: Lawan Persija di Piala AFC 2018 Rekrut Bek Tangguh Berdarah Malaysia-Barbados)

Dalam El Clasico di Santiago Bernabeu, Barca pulang dengan kemenangan 3-0. Lalu pada kunjungan balasan Madrid ke Camp Nou, kedua tim bermain imbang 1-1.

Hasilnya, pada akhir musim, Barca-lah yang menjuarai liga.

Sebaliknya adalah musim 2006-2007. Madrid menang 2-0, lalu imbang 3-3 dalam dua kali pertemuan kedua klub.

El Real pun sukses mengudeta Barca sebagai juara.

Musim 2012-2013 barangkali adalah pengecualian. Meski Madrid sempat mengalahkan Barca 2-1 di Santiago Bernabeu, tetapi justru Barcelona yang merajai liga pada akhir musim.

Begitu juga pada musim 2016-2017. Meski Barcelona sempat menang 3-2 atas Real Madrid, mereka kalah dalam perebutan titel Liga Spanyol.


3. Kekuatan uang

Tak bisa dimungkiri, ada kekuatan dana bicara. Bukan rahasia soal besarnya anggaran kedua klub raksasa itu.

Fitzpatrick menyebutkan, anggaran belanja kedua tim ini empat kali lebih besar dibanding klub-klub lain.

Favoritisme penonton televisi terhadap dua klub ini pun turut berpengaruh.

Sistem pembagian hak siar di Spanyol tidak sama dengan di Inggris, misalnya. Klub-klub Spanyol tidak bernegosiasi secara kolektif mengenai pembagian hak siar.

Masing-masing klub bernegosiasi sendiri. Hanya sedikit klub yang bisa menawar dengan harga tinggi, yang itu adalah Madrid dan Barca di antaranya.

Dengan banyaknya uang yang mereka dapatkan, mereka bisa membeli banyak pemain.

Real Madrid, misalnya, mengeluarkan 46,5 juta euro alias Rp 747 miliar untuk mendatangkan Theo Hernandez dan Dani Ceballos.

Sementara itu, Barcelona menghabiskan 192,5 juta (Rp 3,09 triliun).


4. Rivalitas yang melahirkan rivalitas

Pada akhirnya, apa pun sejarah dan latarnya, muara El Clasico ada di lapangan hijau.

Tidak mengherankan kalau El Clasico pun kerap "melahirkan" rivalitas baru.

Dalam tiap laga kedua tim, akan ada dua pelatih yang memutar otak demi menemukan strategi terbaik meredam lawan.

Di lapangan, akan ada dua pemain tengah yang beradu lihai mengatur permainan, dan dua penyerang beradu tajam untuk mencetak gol.

El Clasico bukan lagi soal klub Barca atau Madrid.

Tengoklah era ketika Barca masih dilatih Josep Guardiola dan Madrid masih diarsiteki Jose Mourinho.

Setiap panggung El Clasico menghadirkan pula sosok Pep dan Mou kerap sebagai penyita perhatian dunia, baik dari kejeniusan masing-masing beradu strategi maupun adu mulut mereka di media.

Rivalitas lain yang muncul pula dari El Clasico adalah Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.

Kerap digadang sebagai dua pesepak bola terbaik muka bumi saat ini, CR7 dan Messi selalu dibandingkan, didiskusikan, hingga dijadikan perdebatan soal siapa yang lebih baik.

Setiap El Clasico datang, perhatian yang sudah menggunung terhadap keduanya pun akan semakin bertambah.

El Clasico kali ini pun tidak akan berbeda. Siapa yang akan berjaya, hanya laga di Santiago Bernabeu yang punya jawabannya.

buku El Clasico: Barcelona vs Real Madrid: Football's Greatest Rivalry,

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P