Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Saat meliput pergelaran Euro 2016 di Prancis tahun lalu, saya menyempatkan bertemu dengan kawan lama. Nama teman saya itu Aurelien.
Saya biasa menyapanya Aure. Ia bocah asli Mitry. Rumahnya tak jauh dari Stade de France, stadion kebanggaan publik Prancis.
Suatu hari saya mengagendakan santap siang dengan Aure. Bukan di restoran, tapi di apartemen yang saya sewa di daerah Montmartre.
Kami bagi tugas. Saya pergi belanja dengan daftar yang sudah disiapkan Aure. Sementara, teman saya itu berperan sebagai koki.
Ketika berbelanja, saya sempat kaget karena keju yang saya beli ternyata lebih mahal ketimbang harga daging ayam fillet.
Sudah menjadi kebiasaan bagi orang Prancis untuk bersantap dengan ditemani keju.
"Saya tak bisa makan kalau tanpa keju," kata Aure.
(Baca juga: Neymar: Presiden Barcelona adalah Lelucon)
Keju yang saya beli jenis Beaufort. Harganya sampai belasan euro. Bandingkan dengan daging ayam di keranjang belanja yang tak sampai 10 euro.
Keju mahal itu lantas saya coba. Pertama-tama lidah Indonesia saya ini perlu adaptasi. Tapi, lama kelamaan saya bisa menikmati.