Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Inggris di Semifinal Piala Dunia, Merindukan Si Anak Hilang

By Willy Kumurur - Rabu, 11 Juli 2018 | 11:49 WIB
Para pemain Inggris berkumpul saat drama adu penalti melawan Kolombia di babak 16 besar Piala Dunia 2018 di Stadion Spartak, Moskow, 3 Juli 2018. (HERKA YANIS PANGARIBOWO/TABLOID BOLA )

Sebagai tanah air sepak bola, telah lama Inggris kehilangan anak kandungnya. Anak kandung itu pergi lama meninggalkan ibundanya.

Tanah Britania adalah tempat kelahiran dan tanah tumpah darah sepak bola modern, yang kini merana karena anak kandung itu tak jua pulang.

Bola itu adalah kejayaan tim The Three Lions (Tiga Singa) yang entah kapan bisa kembali.

Bola itu masih asyik mengembara ke banyak tempat, padahal kompetisi domestik yang bertajuk English Premier League (EPL) adalah yang paling masyhur dan paling bergengsi yang hanya dapat disaingi oleh La Liga Spanyol.

Anak itu telah berusia satu setengah abad, pergi jauh dan bertualang ke mana-mana dan lama dirindukan.

(Baca Juga: Jelang Semifinal Piala Dunia Kontra Inggris, Supermarket di Kroasia Akan Ditutup)

Anak kandung itu sempat pulang pada tahun 1966, ketika “sang bunda” meraih Julius Rimet Cup (Piala Dunia pada saat itu).

Setelah itu, ia pergi jauh dan semakin jauh.

Karena itu, publik dan fans The Three Lions merindukan kembalinya bola ke pangkuan ibu pertiwi.

Harapan atas kepulangannya ke dekapan leluhur Britania membubung setiap penyelenggaraan Piala Dunia dan Piala Eropa, dimulai sejak babak kualifikasi.

Yang menyakitkan adalah tatkala Inggris yang dilatih oleh Steve McClaren gagal lolos ke Euro 2008.

Penyebabnya adalah Kroasia, yang menggusur The Three Lions 2-3 pada November 2007 di babak kualifikasi.

Di mata pendukung Inggris, kejadian tersebut adalah malapetaka nasional.

Satu dekade kemudian setelah kekalahan itu, dengan tim berusia muda Inggris mendapatkan tempat di semifinal Piala Dunia untuk pertama kali dalam 28 tahun.

(Baca Juga: 8 Meme Terbaik It's Coming Home Para Pendukung Timnas Inggris)

Mereka kembali menghadapi Kroasia di Luzhniki Stadium, Moskow, Rabu (11/7/2018) atau Kamis pukul 01.00 WIB.

Di kancah Piala Dunia 2018, kerinduan atas kepulangan “sang anak” membuncah, apalagi menyaksikan sepak terjang anak-anak asuhanan Gareth Southgate.

Mereka juga mengusung misi balas dendam atas “tragedi” November 2007.

Dengan barisan pemain berkualitas dalam diri Gary Cahill, Phil Jones, hingga Ashley Young, Jesse Lingard, Raheem Sterling, dan Harry Kane, The Three Lions memelihara asa demi memenuhi kerinduan dan mengobati kegelisahan ibu kandung bola.

Siapakah orang paling popular di Kroasia? Zlatko Dalic, pelatih timnas Kroasia. Begitu tulis surat kabar Kroasia, Sportske Novosti, pada edisi Senin lalu.

Ketika Zlatko Dalic mulai menangani timnas Kroasia pada 2017, ia menghadapi dilema atas kenyataan bagaimana caranya memadukan dua dari antara gelandang terbaik dunia.

Ya, Kroasia memiliki Luka Modric dari Real Madrid dan Ivan Rakitic dari FC Barcelona. Bagaimana memadukan keduanya ke dalam tim yang sama secara efektif?

Efektivitas tim dari semenanjung Balkan ini dapat dibuktikan tatkala Luka Modric dan kawan-kawan tanpa belas kasihan membenamkan tim favorit Argentina 3-0 di fase grup.

Dalam seminggu, mereka dua kali bermain 120 menit ketika melawan Denmark dan Rusia.

(Baca Juga: Fabio Capello: Akhirnya Inggris Punya Kiper Bagus)

“Kroasia dilanda keletihan,” begitu tulis Associated Press. Adakah tenaga yang masih tersisa untuk menghadapi tim Tiga Singa?

"Tentu saja ada kekuatan tersisa untuk bertempur melawan Inggris," kata Dalic. “Kami tidak ingin berhenti. Kami ingin menunjukkan permainan terbaik di semifinal.”

Negeri Balkan ini menggantungkan harapannya mencapai final Piala Dunia untuk pertama kali dalam sejarah Kroasia.

Harapan itu digantungkan pada diri manajer timnas Kroasia. Zlatko Dalic adalah pelatih sederhana, tenang dan ingin menghindari kata-kata yang mungkin menjebaknya.

Ia lahir di Bosnia, namun sekarang memiliki paspor Kroasia.

Fakta ini laksana mengulangi sejarah ketika Kroasia juga mencapai empat besar Piala Dunia 1998.

Saat itu, mereka dilatih oleh Miroslav Blazovic, yang juga lahir di Bosnia.

Harapan adalah impian yang terbangun. Begitu kata filsuf Aristoteles.

“Hanya orang yang memiliki mimpi yang dapat bertahan hidup, kata Gianluigi Buffon, kiper Italia.

Akankah harapan itu menjadi kenyataan atau malah hancur lebur?

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P