Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kerja sama tim dan kepiawaian strategi menjadi kunci sukses Chris Froome, yang didukung Team Sky, menjuarai Tour de France (TdF) tahun ini.
Penulis: Dede Isharrudin/Anggun Pratama
Apalagi, Froome menyabet gelar keempat kalinya di lomba bergengsi ini dengan hanya unggul 54 detik atas pebalap Kolombia, Rigoberto Uran.
Itulah selisih waktu paling tipis dari empat kali memenangi TdF. Saat pertama kali menjuarai TdF pada tahun 2013, Froome unggul lebih dari empat menit atas Nairo Quintana (Kolombia).
Tahun 2015, Froome juga masih bisa menang dengan catatan waktu 1 menit 12 detik lebih cepat dari Quintana. Tahun lalu, saat mencapai podium tertinggi, Froome bisa menang dengan selisih waktu 4 menit 5 detik atas pebalap Prancis, Romain Bardet.
Menurut para pengamat sepeda, ada lima kunci yang membuat Froome dan Team Sky unggul pada TdF tahun ini (lihat data di bawah). Selain itu, Dimension Data, sponsor resmi TdF 2017, menyebut ajang ini berjalan sukses.
Paling tidak, kewajiban mereka menyediakan infrastruktur teknologi yang membantu penggemar balap sepeda buat menyaksikan lomba lebih nyaman tak mengalami kendala.
Hendra Lesmana, Country General Manager Dimension Data Indonesia, turut menyaksikan langsung betapa rapi dan profesional pelaksana lokal dalam mengatur logistik yang diperlukan dalam lomba di tiap etape.
Dimension Data menyediakan GPS tracker yang menempel di tiap sepeda dan mengolah data yang dikirim dari sepeda kepada siaran televisi dan aplikasi resmi TdF.
Teknologi serupa bisa dibawa ke Indonesia mengingat belakangan ajang balap sepeda mulai menjamur di berbagai daerah.
"Intinya, kami sangat siap membawa teknologi itu ke Indonesia buat mendukung berkembangnya dunia balap sepeda," kata Hendra, yang juga penggemar balap sepeda.
Berikut 5 kunci sukses Froome dan Team Sky
1. Manajemen lomba dan konsentrasi tinggi
Froome mampu memperlihatkan daya juang tinggi, termasuk di rute pegunungan seperti di Mur de Peguere, Izoard, yang membuat para pesaingnya percaya ia bisa menaklukkan medan tanjakan dengan baik.
Pebalap berusia 32 tahun ini juga selalu berjuang setiap detik dan tak pernah menyerah di setiap kesempatan.
2. Dukungan hebat dari tim
Team Sky dikenal sebagai pemenang tour sehingga mereka sudah tahu cara mendukung pebalap utama memenangi lomba. Ini merupakan gelar juara keempat pula bagi tim asal Inggris itu.
Salah satu dukungan yang diberikan Sky adalah saat Froome mengganti ban di rute menuju Le Puy en Velay. Beberapa pebalap Sky menunggu Froome dan mampu merangsek ke urutan depan peleton, meski sempat tertinggal beberapa menit.
3. Keberuntungan
Bisa jadi Froome memang dilindungi dewi fortuna. Pasalnya, rekan satu tim, Geraint Thomas, dan pesaing utamanya, Richie Porte, sudah terhenti di tengah lomba karena kecelakaan.
Pun dengan gugurnya pebalap top seperti Mark Cavendish dan Peter Sagan, plus Nairo Quintana yang keteteran.
4. Penerapan strategi konvensional
Bersama tim Sky, Froome berlomba dengan cara berusaha merebut detik jika memungkinkan dan selalu berkonsentrasi tidak kehilangan waktu.
Froome dan tim tidak menerapkan strategi ngotot dan mengeluarkan energi lebih demi melakukan serangan menjelang finis untuk meraih perbedaan waktu yang banyak.
5. Kurangnya pesaing pada TdF tahun ini
Praktis tak ada nama besar yang bisa mengimbangi Froome. Kompetitornya pada dua kali Le Tour, Quintana, sudah kelelahan sejak awal lomba karena baru menyelesaikan salah satu dari tiga Grand Tour, Giro d'Italia.
Alberto Contador tengah berada di periode antiklimaks, sedangkan Vincenzo Nibali memilih absen. Fabio Aru sebenarnya bisa menjadi pesaing, tapi ia kehilangan dua pebalap pendukung, Dario Cataldo dan Jacob Fuglsang, karena kecelakaan.
Dua pesaing lain, Alejandro Valverde dan Richie Porte, juga tersingkir karena terjatuh saat lomba.