Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Duel Penyelamatan Diri Tyson Fury dan Deontay Wilder

By Diya Farida Purnawangsuni - Jumat, 30 November 2018 | 20:25 WIB
Petinju kelas berat Tyson Fury (kiri mendapat tantangan dari Deontay Wilder (kanan) selepas pertandingan melawan Francesco Pianeta di Windsor Park, Belfast, Irlandia Utara, Sabtu (18/8/2018). (TWITTER.COM/FRANK WARREN)

Meski memiliki kewarganegaraan berbeda, petinju kelas berat Inggris, Tyson Fury, dan Deontay Wilder (Amerika Serikat/AS) sebetulnya memiliki banyak kesamaan.

Salah satunya ialah motivasi mereka dalam menjalani karier sebagai petinju profesional.

Tyson Fury dan Deontay Wilder akan naik ring dan saling berhadapan dalam laga perebutan sabuk juara WBC di Staples Center, Los Angeles, California, AS, Sabtu (1/12/2018) waktu setempat.

Saat ini, sabuk tersebut masih ada di tangan di Wilder. Andai Fury mampu menganvaskan Wilder, maka sabuk WBC itu akan berganti kepemilikan.

Merunut ke belakang, Fury adalah petinju yang terbiasa dengan sabuk juara.

Sebelum terjerat masalah ketergantungan terhadap minuman beralkohol, obat-obatan terlarang, dan depresi, Fury adalah juara IBF, WBO, dan WBA.

Ketiga sabuk juara tersebut digenggam Fury setelah mengalahkan Wladimir Klitschko (Ukraina) pada tahun 2015.

Namun, perlahan-lahan, ketiga sabuk itu lepas dari tangan Fury karena alasan berbeda.

Baca juga:

Ada yang lepas karena Fury menolak bertarung, ada juga yang lepas karena dia secara mental dan fisik sudah tidak mungkin lagi melakukan pertarungan tinju.

Masa itulah yang disebut Fury sebagai periode paling kelam dalam hidupnya.

"Saya bahkan nyaris menyerah dengan hidup," ucap Fury yang dilansir BolaSport.com dari CNN, Jumat (30/11/2018).

Beruntung, tidak ada hal buruk berikutnya yang menimpa Fury.

Memori untuk memberi kehidupan yang layak dan membahagiakan anaknya membawa Fury kembali ke jalur benar.


Petinju kelas berat Inggris, Tyson Fury (kiri) meninju lawan sparingnya Dave Allen (kanan) saat melakoni latihan.(boxingscene.com)

Dibantu sang sepupu, Billy Joe Saunders, Fury menemukan lagi hasratnya untuk bertinju di kamp pelatihan di Marbella, Spanyol.

Setelah sukses menurukan berat badannya, Fury pun kembali bertarung dan memenangi laga comeback-nya atas Sefer Seferi (Albania).

Di sisi lain, tinju juga menjadi penyelamat hidup Deontay Wilder.

Walau terbilang telat menekuni olahraga bela diri tersebut, karier Wilder cukup sukses.

Hal itu tidak lepas dari motivasi Wilder untuk memberi kehidupan yang layak dan membahagiakan bagi putrinya, Naieya Wilder.

Apalagi, Naieya lahir dengan spina bifida alias kondisi yang menyerang tulang belakang.

Wilder yang saat itu baru berusia 19 tahun pun memutuskan untuk keluar dari kuliah dan berkarier sebagai petinju.

Padahal, kala itu Wilder merupakan salah satu pebasket kampus yang cukup bersinar.


Deontay Wilder menginginkan pertarungan melawan Anthony Joshua. (EXPRESS.CO.UK)

"Yang saya pikirkan saat itu adalah uang. Saya pikir semua petinju menghasilkan banyak uang dengan naik ke ring," ucap Wilder.

"Fokus saya adalah melakukan segalanya untuk membiayai kebutuhan putri saya," kata Wilder lagi.

Hingga sekarang, Naieya tetap menjadi pembimbing jalan hidup Wilder.

Hal itu pun diapresiasi Wilder dengan membuat tato bertuliskan "Road to Success" sebagai pengingat perjalanan hidupnya.

Kini, Tyson Fury dan Deontay Wilder tinggal menghitung jam untuk saling mengalahkan.

Siapa pun yang kelak tampil sebagai pemenang, pertarungan tersebut tetap akan menjadi salah satu bagian dari penyelamat hidup Fury dan Wilder.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P