Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Serie A Ti Amo - Lazio, Si Ferrari dengan Seribu Wajah, Mana yang Asli?

By Thoriq Az Zuhri Yunus - Senin, 21 Oktober 2019 | 06:00 WIB
Gelandang AS Roma, Lorenzo Pellegrini dibayang-bayangi striker Lazio, Ciro Immobile ketika keduanya bertemu pada laga Liga Italia, Ahad (1/9/2019) di Stadion Olimpico, Roma. (TWITTER.COM/OFFICIALSSLAZIO)

BOLASPORT.COM - Lazio, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki, seperti tak punya identitas yang pasti.

Serie A Ti Amo adalah seri mingguan BolaSport.com yang membahas lebih dalam dan sisi lain Liga Italia. Baca tulisan Serie A Ti Amo lainnya di sini.

Fan Lazio mungkin saja dihinggapi euforia berlebihan akhir pekan ini usai comeback sensasional kontra Atalanta.

Sempat tertinggal 0-3 pada babak pertama, Lazio berhasil mengakhiri laga dengan skor imbang 3-3 pada laga yang berlangsung di Stadion Olimpico, Roma, Sabtu (19/10/2019).

Hanya dalam tempo 21 menit, dua gol penalti Ciro Immobile dan sepakan keras Joaquin Correa seperti menghapus dosa Lazio yang bermain sangat buruk pada babak pertama.

Akan tetapi, jika fan Lazio terlalu terbuai dengan hal ini, terlarut dalam euforia berlebihan dan menganggap ini adalah wajah asli Lazio, sepertinya mereka harus siap patah hati.

Atalanta adalah tujuan Lazio. Musim lalu Atalanta berhasil menembus empat besar Liga Italia dan lolos ke Liga Champions. Lazio ingin mencapai hal tersebut.

Presiden Lazio, Claudio Lotito, sebelum laga kontra Atalanta sempat memberikan ultimatum keras kepada pelatih Simone Inzaghi dan para pemain yang dikatakan harus mendapatkan hasil yang lebih baik di lapangan.

 Baca Juga: Liga Inggris MadLad - Target Mana Lagi yang Harus Ditemukan Jack Grealish?

"Setelah Juventus, Lazio adalah klub dengan paling banyak trofi delapan tahun terakhir," ujar Lotito. "Fiorentina tak menang apa-apa, Napoli di bawah kami."

"Kami punya fasilitas latihan terbaik di dunia. Kami harus memahami potensi kami sendiri, tetapi tetap rendah hati. Saya marah dengan para pemain ini, saya yakin mereka harus memberi saya hasil lebih," tutur Lotito menyinggung soal kenaikan gaji para pemain.

"Saya meminta hasil yang lebih baik. Saya memberikan mereka tim bagus layaknya Ferrari, kini kami harus mencapai target kami. Saya membayar pemain untuk menang, kalau tidak lebih baik saya memainkan tim muda."

Sayang bagi Lotito, penampilan Lazio pada babak pertama kontra Atalanta bukan seperti Ferrari, lebih mirip bus kota yang mogok. Baru pada babak kedua mereka menampilkan permainan menawan.

Hal ini sebenarnya menunjukkan masalah terbesar Lazio, konsistensi dan mental.

Musim ini mereka menunjukkan bahwa kadang mereka bisa bermain baik sekali atau tiba-tiba berubah jadi buruk sekali.

Lawan Sampdoria, Elang Ibu Kota menang 3-0. Kontra Genoa menang 4-0. Ini adalah penampilan mereka ketika sedang seperti Ferrari.

Keadaan berbeda terlihat misal saat melawan Bologna dan SPAL di Serie A atau CFR Cluj di Liga Europa.

Lawan Bologna, mereka dua kali menyamakan kedudukan sebelum gagal mengeksekusi penalti pada menit terakhir pertandingan yang seharusnya bisa jadi gol kemenangan.

Baca Juga: Serie A Ti Amo - Usaha Pekerja Kantoran Milenial Alexis Sanchez yang Makan Tuan

Lawan SPAL lebih parah, mereka sempat unggul 1-0 terlebih dahulu sebelum kemudian kalah 1-2.

Hal serupa terjadi di ajang Liga Europa saat bertandang ke kandang CFR Cluj, mereka unggul dahulu lalu kalah 1-2.

Comeback lawan Atalanta juga sebenarnya tak berarti banyak, setidaknya begitu dari sisi poin.

Tambahan satu angka hanya membuat mereka kini duduk di pos ketujuh klasemen dengan 12 angka.

Lazio kini tertinggal empat poin dari Napoli yang menempati posisi keempat, posisi minimal untuk bisa lolos ke Liga Champions musim depan.

Masalahnya bagi Inzaghi dan para pemain, musim ini adalah musim penentuan. Musim ini adalah waktu masa depan mereka ditentukan, setidaknya begitu yang diungkapkan Sang Presiden.

"Saya meningkatkan gaji pemain musim ini karena kami ingin penampilan terbaik dari para pemain. Saya sudah melakukan bagian saya, saya membayar lebih, jadi para pemain ini harus memberikan saya lebih sebagai gantinya."

"Musim ini adalah saat mereka membayar balik kepada saya. Saya sudah cukup menunggu."

Terakhir kali Lazio lolos ke Liga Champions adalah pada tahun 2015, musim sebelumnya mereka berada di peringkat ketiga klasemen akhir Serie A 2014-2015.

Baca Juga: Serie A Ti Amo - Lukaku, Ular Pembunuh Setan dan Orang Suci

Sayang bagi Lazio, saat itu mereka yang lolos ke babak play-off harus takluk di tangan wakil Liga Jerman, Bayer Leverkusen, dengan skor 1-3 dan gagal lolos ke babak grup.

Sedangkan terakhir kali mereka bisa menembus babak grup adalah pada musim 2007-2008. Musim itu mereka menempati posisi buncit di babak grup, kalah dari Real Madrid, Olimpiakos, dan Werder Bremen.

Seperti yang dikatakan Lotito, Lazio bukannya tanpa prestasi. Delapan tahun terakhir mereka menang dua gelar Coppa Italia dan satu Piala Super Eropa.

Masalahnya, konsistensi mereka yang bisa dibilang tak ada memastikan Lazio tak pernah bisa lagi menembus empat besar Liga Italia.

Sampai Inzaghi bisa memastikan bahwa tim yang turun setiap laga Lazio adalah mobil Ferrari, sepertinya mereka hanya bisa terus bermimpi untuk menembus papan atas Serie A.

Bisakah Elang Ibu Kota melakukannya musim ini?

Baca artikel Serie A Ti Amo lainnya di sini.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P