Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Jalan Berliku Karier Oleksandr Zinchenko, dari Korban Perang hingga Menemui Titik Terang

By Rebiyyah Salasah - Rabu, 5 Mei 2021 | 23:00 WIB
Bek sayap Manchester City, Oleksandr ZInchenko (TWITTER.COM/OPTAJOE)

BOLASPORT.COM - Perjalanan karier bek Manchester City, Oleksandr Zincheko, cukup berliku untuk sampai ke momen dirinya tersujud dipenuhi haru usai memastikan timnya lolos ke final Liga Champions.

Tak lama setelah wasit Bjorn Kuipers meniup peluit tanda akhir pertandingan, para pemain Manchester City langsung meluapkan kegembiraan karena berhasil mendapatkan tiket ke final Liga Champions 2020-2021. 

Manchester City berhak melaju ke final setelah menaklukkan Paris Saint-Germain dengan skor 2-0 dalam laga leg kedua semifinal Liga Champions 2020-2021, Selasa (4/5/2021) waktu setempat. 

The Citizens mengamankan tempat di puncak kompetisi tersebut dengan kemenangan agregat 4-1 usai pada pertemuan pekan lalu mereka mengantongi keunggulan 2-1 atas Paris Saint-Germain.

Namun, ada yang berbeda dari respons Oleksandr Zincheko ketika wasit resmi mengakhiri laga. 

Baca Juga: Kalah di Derbi Manchester, Zinchenko Tak Mau Man City Gagal Raih Quadruple

Alih-alih meluapkan kegembiraan bersama rekan setimnya, Zincheko justru tersujud sambil menahan haru. 

Dalam laga tersebut, Zincheko memang tampil apik menjaga pertahanan Manchester City.

Pelatih Manchester City, Pep Guardiola, menurunkan Zinchenko sebagai starter untuk menggantikan Joao Cancelo di posisi bek sayap kiri. 

Penunjukkan Zinchenko menjadi satu-satunya perubahan yang dibuat Guardiola atas skuad pada leg pertama pekan lalu. 

Zinchenko sendiri nyaris membuat PSG mendapatkan peluang pertama mereka pada menit ke-7 lewat penalti setelah dia dinilai menyentuh bola dengan tangannya saat menghalau umpan silang. 

Namun, setelah wasit melihat tayangan ulang Video Assistant Referee (VAR), bek asal Ukraina itu dianggap hanya menyentuh bola dengan bahunya sehingga hadiah penalti urung diberikan pada PSG. 

Setelahnya, Zinchenko terlibat dalam proses pertama gol Manchester City pada menit ke-11. 

Baca Juga: Berkat Umpan Membelah Lautan, Ederson Dilabeli Kiper Terbaik di Dunia

Zinchenko mengejar bola umpan jauh Ederson yang jatuh di area tak bertuan di sisi kanan pertahanan PSG, lalu mengirim umpan ke tengah yang berhasil disambut Kevin de Bruyne dengan tendangan keras.

Tembakan De Bruyne berhasil diblok pemain PSG dan menghasilkan bola liar yang mendarat di kaki Riyad Mahrez. 

Mahrez pun menuntaskan serangan itu menjadi gol pertama Manchester City dengan lesakkan kaki kanannya dari dalam kotak penalti. 

Selain ikut serta dalam terciptanya gol Manchester City, Zinchenko juga tampil apik dalam menajalankan tugasnya menjaga daerah pertahanan tim.

Menurut statistik Sofa Score yang dikutip BolaSport.com, Zinchenko melakukan dua kali sapuan, empat kali tekel, dan memblokir satu tembakan PSG yang diciptakan Neymar. 

Usaha Zinchenko tersebut terjadi sewaktu menggagalkan aksi Neymar untuk menyamakan kedudukan saat skor masih 1-0. 

Saking senangnya dengan keberhasilan membendung usaha Neymar, Zinchenko bahkan tertangkap kamera merayakan hal tersebut dengan John Stones seolah-olah dia baru saja mencetak gol.

Namun, tetap saja momen bek berusia 24 tahun ini merayakan keberhasilan Manchester City lolos ke final seolah menampilkan makna lebih mendalam ketimbang selebrasinya yang lain. 

Meskipun emosi dari keberhasilan itu cukup untuk membuat para pemain Man City menangis terharu, bagi Zinchenko ada cerita yang jauh lebih besar yang dibawanya. 

Dilansir BolaSport.com dari Sportbible, Zinchenko terpaksa melarikan diri dari Ukraina yang dilanda perang saudara saat usianya 17 tahun dan memutuskan kontraknya dengan Shakhtar Donetsk.

Pemain kelahiran Radomyshl, sebuah kota kecil di Ukraina, ini sempat mengabiskan waktu enam tahun bersama Shaktar Donetsk dan didapuk sebagai kapten tim U-19. 

Baca Juga: Sialnya PSG Lawan Man City: Sudah Pemainnya Dimaki Wasit, Kalah Pula

Kepindahannya ke Rusia pada 2014 karena perang itu membuat Zinchenko tidak memiliki klub selama lima bulan.

Selama periode tersebut, Zinchenko memutuskan untuk berlatih di jalanan Moskow sendirian dan akhirnya menarik perhatian klub Rusia, FC UFA. 

Setelahnya, dia menandatangani kontrak dengan FC UFA dan memulai karier profesionalnya di sana pada Februari 2015.

Zinchenko memainkan 33 pertandingan untuk UFA sebelum menandatangani kontrak dengan Manchester City pada 2016 saat usia 19 tahun, hanya sehari setelah Pep Guardiola diresmikan sebagai pelatih. 

Dipinjamkan ke PSV Eindhoven selama satu musim, dia tampak ditakdirkan untuk menjadi pemain yang akan dijual Man City untuk mendapatkan sedikit keuntungan tanpa dia pernah memainkan permainan kompetitif.

Pasalnya, selepas dari masa peminjaman pada musim 2017-2018, Zinchenko sempat diizinkan untuk hengkang dari Man City. 

Namun, pemain berpostur 175 cm itu memutuskan untuk bertahan dan memperjuangkan tempatnya di skuad utama. 

Pada musim perdananya bersama tim utama, dia mampu mencatatkan delapan penampilan di Liga Inggris. 

Dia juga berhasil meraih gelar Liga Inggris pertamanya pada 2017-2018 saat usianya 21 tahun, lalu mencatatkan 29 penampilan ketika Man City memenangi treble domestik pada 2018-2019.

Pada musim ini, Zinchenko mengalami awal yang sulit dengan cedera dan karantina karena COVID yang memaksanya bermain hanya 12 menit dari 14 pertandingan liga pembuka Man City. 

Namun, dampaknya saat diturunkan dari bangku cadangan di leg pertama melawan PSG secara luas dianggap sebagai titik balik signifikan yang memungkinkan Man City untuk membalikkan defisit satu nol.

Kini, Zinchenko tengah bersiap untuk meraih gelar Liga Inggris ketiganya dan memiliki kesempatan mengantar timnya mengangkat trofi Liga Champions untuk kali pertama. 

Jika Man City mampu memenangi dua gelar tersebut, Zinchenko memiliki lebih dari sekadar perannya tim. 

Guardiola menyukai sikap Zinchenko pada 2019, mengatakan bahwa semua orang bisa belajar darinya.

"Sehari setelah pertandingan selalu sulit bagi orang-orang yang tidak bermain (dalam sesi latihan mereka) dan sebagian besar pemain terkadang ingin menunjukkan kepada saya betapa kecewanya mereka," kata Guardiola.

Baca Juga: PSG Keok dari Man City, Bukti Neymar Bukan Cerminan Pemimpin Sejati

"Kemudian mungkin sebelum pertandingan mereka bagus lagi di depan pelatih dan rekan satu tim mereka."

"Dia benar-benar kebalikannya. Itulah alasan dia selalu bermain bagus. Dia menunjukkan lagi suasana hati, perilaku, bersikap positif, tersenyum, dan waspada. Ketika ini terjadi, Anda akan selalu bermain bagus."

"Itu sebabnya saya senang. Dia pantas mendapatkan semua rasa hormat saya dan saya pikir dia akan menjalani karier yang panjang," tuturnya. 

Adapun Zinchenko menjelaskannya dengan sempurna dalam sebuah wawancara dengan The Telegraph tentang apa yang diperlukan untuk menjadi pesepakbola.

"(Yang diperlukan adalah) 1% bakat, 99% kerja keras," kata Zinchenko. 

Kebangkitan Zinchenko menemui titik terang dalam kariernya adalah bukti nyata bahwa kerja keras selalu mengalahkan bakat.

 

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P