Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Hal itu diatur dalam kode disiplin dan etik AFC pasal 64 ayat 1 yang berbunyi, "Setiap anggota asosiasi atau klub yang gagal memenuhi kewajibannya terkait dengan organisasi pertandingan dinilai melakukan pelanggaran."
Dalam kode disiplin dan etik AFC juga dijelaskan bahwa setiap perangkat pembakar atau kembang api, termasuk flare, yang menyala di tengah pertandingan bernilai masing-masing 5.000 dollar AS (setara Rp 74 juta).
Artinya, nominal 5.000 dollar itu akan dikalikan sesuai jumlah perangkat pembakar atau kembang api yang menyala.
Baca Juga: Timnas U-19 Indonesia Makin Nyetel, Hokky Caraka Targetkan Kemenangan Kontra Brunei Darussalam
Lalu, jumlah perkalian itulah yang kemudian akan dikenakan kepada pihak penyelenggara.
Contoh kasus serupa pernah terjadi pada laga AFC Cup 2021 antara Muharraq Club (Bahrain) dan FC Nasaf (Uzbekistan).
AFC mendapati enam flare atau kembang api menyala dalam laga tersebut. Lalu, mereka memberikan denda sebesar 30.000 dollar kepada Muharraq Club selaku tuan rumah dan penyelenggara pertandingan.
Itu merupakan bentuk denda yang bisa didapat Indonesia setelah sejumlah flare menyala pada laga kontra Vietnam.
Selain sanksi finansial, Indonesia bisa kehilangan kepercayaan untuk menjadi tuan rumah kompetisi internasional.
Baca Juga: Piala AFF U-19 2022 - Shin Tae-yong Beri Sinyal Rotasi Pemain
"Kami khawatir suatu saat nanti kita (Indonesia) tidak diizinkan lagi menjadi tuan rumah. Tidak mudah menjalankan ini," ucap Mochamad Iriawan.
"Apalagi saat selesai Covid-19 ini, kita berusaha untuk bisa menjadi tuan rumah," ujarnya.
Guna mengantisipasi kejadian serupa, Mochamad Iriawan mengerahkan Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi untuk melakukan evaluasi keamanan di stadion.
"Akan dievaluasi lagi soal keamanan, saya sudah minta sekjen untuk evaluasi," tutur Iwan Bule, sapaan akrab Mochamad Iriawan.