Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Kisah kelam soal manipulasi pertandingan pada Olimpiade kembali mencuat saat mantan pebulu tangkis tunggal putri top asal China, Ye Zhao Ying, angkat bicara.
Ye Zhao Ying kembali menggemakan kontroversi yang pernah melibatkannya pada Olimpiade Sydney 2000.
Kiprah Ye Zhao Ying pada Olimpiade Sydney disorot karena dugaan pengaturan skor pada pertandingan antara dirinya dan rekan senegara, Gong Zhi Chao.
Pada semifinal Gong yang menjadi unggulan pertama menang atas Ye, unggulan keempat, dalam dua gim langsung dengan skor 11-8, 11-8.
Gong akhirnya merebut medali emas setelah mengalahkan wakil Denmark, Camilla Martin, dalam final ideal yang selesai dengan skor 13-10, 11-3..
Camilla Martin masih keki jika mengingat kembali fakta bahwa tim China bersekongkol untuk mengalahkannya pada final.
Kemenangan Gong atas Ye tidak terjadi secara natural.
Ye mendapat instruksi untuk mengalah dari Gong karena rekor pertemuannya dengan Martin lebih buruk daripada kompatriotnya tersebut.
Ye Zhao Ying menuturkan bahwa perintah tersebut diberikan secara langsung oleh kepala pelatih China saat itu, Li Yong Bo, dan pelatih tunggal putri, Tang Xue Hua, kepadanya sebelum semifinal.
Baca Juga: Kunci Rexy Mainaky Sulap Aaron/Soh dari Hampir Pecundang Jadi Pahlawan Negara
"Mereka berpesan bahwa penting agar orang-orang tidak tahu saya sengaja kalah," ungkap Ye secara langsung kepada Martin dalam wawancara bersama TV2.
"Penting juga agar saya tidak membuat Gong Zhi Chao lelah, jadi saya harus kalah dalam dua set langsung."
"Pertandingan tidak boleh berlangsung selama tiga set karena Zhi Chao akan terlalu lelah."
Pemain yang pernah melawan legenda bulu tangkis Indonesia, Susy Susanti, dalam 10 partai final itu ditawarkan kompensasi berupa bonus yang sama seperti peraih medali emas.
"Tidak perlu diragukan lagi bahwa itu adalah perintah," ucap Ye lagi.
"Mereka menemui saya untuk meminta saya kalah dan mereka akan memberi bonus yang sama seperti pemenang medali emas."
"Akan tetapi saya tidak menginginkan uangnya. Saya menginginkan penghargaan dari gelarnya," tambah juara dunia dua kali itu.
Kasus Ye bukan satu-satunya kontroversi yang melibatkan China pada Olimpiade.
Ambisi besar China akan raihan medali emas juga terlihat dalam skandal manipulasi pertandingan yang melibatkan empat pasangan ganda putri pada Olimpiade London 2012.
Baca Juga: Tambah Gelar Bergengsi yang Sudah Penuh, Viktor Axelsen Sekarang Mau Apa Lagi?
Unggulan pertama, Wang Xiao Li/Yu Yang, sengaja kalah pada laga terakhir fase grup demi menjaga kans final senegara melawan Tan Qing/Zhao Yun Lei.
Langkah tidak wajar Wang/Yu menjadi respons atas kekalahan mengejutkan yang membuat Tan/Zhao hanya menjadi runner-up grup lain.
Li Yong Bo tidak menutupi rencana itu. Pun pengaturan skor pada Olimpiade Sydney sudah lama diakui pria yang mengepalai tim bulu tangkis Negeri Tirai Bambu selama 24 tahun itu.
Sebagai konteks, merebut medali emas Olimpiade memang tujuan utama dari pengembangan atlet yang didukung secara penuh oleh pemerintah China.
Di balik hajatan yang menggaungkan semangat olahraga dan persahabatan, Olimpiade juga menjadi sarana politis bagi sebuah negara untuk menunjukkan kedigdayaan mereka.
Dikutip dari New York Times, China menggelontorkan dana besar untuk menjaring atlet-atlet belia yang akan digembleng di ribuan pusat pendidikan olahraga.
Cabang olahraga dan nomor yang kurang diperhatikan rival dari Barat dan menekankan kualitas individu seperti angkat besi, bulu tangkis, diving, dan senam menjadi fokus mereka.
Doktrin bahwa kepentingan negara berada di atas kepentingan pribadi juga ditekankan kepada para atlet sejak muda.
Sistem yang dibangun China membuahkan hasil.
Baca Juga: Kalender Turnamen BWF 2023-2024: Langsung Dihajar dengan Turnamen Super 1000, Indonesia Open Kapan?
Mereka tak pernah keluar dari peringkat tiga besar klasemen medali sejak Olimpiade Sydney 2000 dengan pencapaian terbaik menjadi juara umum saat menjadi tuan rumah pada 2008.
"Kesuksesan adalah tujuan utama bagi China," kata Ye Zhao Ying lagi.
"Olimpiade adalah turnamen terpenting di China. Tidak hanya bagi atlet tetapi terutama bagi pelatih dan pejabat senior asosiasi olahraga di China."
"Mereka harus menentukan target medali emas. Jadi penting bagi pelatih dan manajer untuk kembali dengan membawa kantong yang penuh medali emas."
"Kalau tidak begitu mereka terancam dipecat."
"Itulah kenapa mereka mulai mengatur pertandingan sebelum dan selama Olimpiade."
"Tidak ada yang tahu apakah Camilla akan lolos ke final dan mereka harus memutuskan siapa di antara kami yang paling berpeluang mengalahkannya di final."
"Mereka kemudian memutuskan bahwa saya harus mengalah dari Gong Zhi Chao."
Menurut data yang dihimpun dari BWF Tournament Software, Martin belum pernah mengalahkan Gong dalam total tiga pertemuan, termasuk pada final Olimpiade.
Baca Juga: Rexy Mainaky Melihat ke Surga dan Berlutut Usai Bantu Malaysia Rebut Gelar Pertama Kejuaraan Dunia
Camilla Martin tidak menolak sudut pandang bahwa keputusan China meminta Ye mengalah demi raihan emas adalah tepat walau tidak etis menurut nilai-nilai sportivitas.
"Jika Anda mengabaikan cara yang sangat tidak etis dalam melakukan sesuatu, China sebenarnya bertindak dengan bijaksana," kata Martin.
"Saya tidak pernah bisa mengalahkan Gong Zhi Chao, dan saya lebih suka bermain melawan Ye Zhao Ying."
"Tidak diragukan lagi bahwa China mengetahui hal ini, dan bahwa mereka memiliki peluang yang jauh lebih baik untuk memenangkan emas dengan membawa Gong Zhi Chao ke final,"
Tentunya cara demikian hanya akan memberikan dampak buruk bagi atlet yang bertanding.
Ye dan Martin tidak akan pernah puas dengan hasil yang mereka dapat sementara Gong terus digunjing karena kontroversi yang mengelilingi kesuksesannya.
"Anda merasa tidak berdaya karena sendirian melawan sistem," kata Ye yang kini terasingkan di Spanyol bersama Hao Haidong, suami sekaligus mantan bintang sepak bola China.
"Olimpiade hampir menjadi kesempatan sekali dalam seumur hidup bagi seorang atlet, dan rasanya sangat tragis ketika Anda harus melepaskan semuanya begitu saja."
BWF selaku (Federasi Bulu Tangkis Dunia) mengharamkan manipulasi pertandingan dalam statuta bagian 2.4 tentang Kode Pencegahan Manipulasi Kompetisi.
Baca Juga: Jadwal dan Hasil Undian Wakil Indonesia pada Japan Open 2022 - Mampukah Marcus/Kevin Bangkit?
Sekretaris Jenderal BWF, Thomas Lund, dalam responsnya menegaskan pihaknya mengutuk tindakan pengaturan pertandingan dalam bentuk apapun.
"BWF tidak dapat mengomentari detail spesifik terkait dengan insiden bersejarah ini, tetapi manipulasi pertandingan dalam bentuk apa pun tidak ditoleransi dalam bulu tangkis," kata Lund.
"Kami berkomitmen untuk melindungi integritas olahraga dengan menerapkan langkah-langkah yang sangat kuat untuk memantau dan menyelidiki tindakan manipulasi pertandingan."
"Unit Integritas BWF juga terus memberikan program edukasi untuk mengajarkan para pemain dan ofisial tentang nilai-nilai olahraga."
"Dalam beberapa tahun terakhir, Panel Dengar Pendapat Independen (IHP) BWF menjatuhkan keputusan beralasan kepada pelanggar kode etik sehubungan dengan taruhan dan hasil tidak wajar."
"Masalah ini sangat kompleks untuk diselidiki tetapi jelas demi kepentingan terbaik semua peserta bulu tangkis, BWF tetap waspada dalam memerangi upaya untuk membawa olahraga ini ke dalam keburukan."
"BWF memiliki sistem pelaporan 'whistleblower' untuk memungkinkan individu secara rahasia melaporkan informasi tentang manipulasi pertandingan dan perilaku korup lainnya."
"Kami sangat menganjurkan setiap individu yang mungkin memiliki pengetahuan tentang insiden tertentu untuk melapor ke BWF."
Baca Juga: Sebelum Raih Gelar Back-to-back Kejuaraan Dunia, Akane Yamaguchi Akui Tertekan