“Pep Guardiola takes good players and makes them great.” Itulah katakata yang diucapkan oleh Pat Nevin, pria Skotlandia yang pernah bermain untuk Chelsea dan Everton, di BBC.
Penulis: Dian Savitri
Sejak diambil alih oleh konsorsium asal Uni Emirat Arab, Abu Dhabi United Group, Manchester City sering disebut sebagai klub yang ingin sukses dengan cara membeli pemain mahal.
Pendeknya, City berusaha untuk membeli kesuksesan.
Namun, keseriusan City untuk sukses bukan hanya karena uang mulai terlihat musim ini, musim kedua Pep Guardiola menjadi manajer di sana.
Mungkin ini saatnya Guardiola diberi kredit sebagai orang yang bertanggung jawab untuk mengembangkan pemain-pemain yang sudah terkenal.
Kevin De Bruyne adalah salah satu nama yang dikembangkan oleh Guardiola.
Musim ini perubahan De Bruyne tampak dari sekadar menjadi gelandang yang rajin bikin gol menjadi sosok yang disebut Guardiola sebagai pemain yang komplet.
Penampilan De Bruyne juga dipuji karena ia tidak hanya berperan di sepertiga terakhir lapangan.
Figur berusia 26 tahun itu menjadi jenis pemain yang selalu diinginkan Guardiola, bisa mengendalikan lapangan tengah.
Itu sama dengan yang pernah dilakukan oleh Guardiola semasa menangani Barcelona, di mana ia mengembangkan beberapa gelandang terbaik dunia.
Sebelum ditangani oleh Guardiola, De Bruyne bukan pemain kacangan.
City menebusnya dengan harga 55 juta pound dari Wolfsburg pada 2015, pemain termahal kedua di Inggris pada saat itu.
Angka itu bahkan masih menjadi rekor klub pada musim panas ini.
Eks pemain Chelsea itu sudah memiliki kualitas sebagai pemain bertingkah laku baik dan kemampuan untuk beradaptasi dengan strategi apa pun.
“Saya yakin De Bruyne menjadi pemain yang lebih baik setelah kehadiran Guardiola. Tetapi, dia bukan satu-satunya pemain yang mengalami banyak perkembangan di dalam tim. Saya juga melihat progres nyata dari permanian Raheem Sterling dan Sergio Aguero," kata Nevin.
(Baca Juga: Daftar Lengkap Penerima Penghargaan di FIFA Football Award Edisi 2017).
Pada musim pertamanya di Etihad, di bawah penanganan Manuel Pellegrini, De Bruyne hanya satu dari tiga pemain yang beredar di belakang Aguero dengan formasi 4-2-3-1.
Kadang sebagai pemain sayap atau peran nomor 10.
Namun, hal itu berubah sejak Guardiola mengambil alih pada musim panas 2016.
Eks bintang Genk itu memulai musim 2016-2017 dengan beroperasi di peran yang lebih dalam, biasanya sebagai bagian dari formasi 4-1-4-1.
Dengan formasi itu, De Bruyne membantu holding midfielder ketika timnya kehilangan bola.
Namun, ketika bola bisa direbut kembali, De Bruyne akan segera membantu serangan.
De Bruyne tidak hanya punya satu posisi di tim, demikian pula dengan rekan-rekan gelandang lainnya.
Nevin menegaskan Guardiola membangun tim dengan pemain yang bisa beroperasi di mana saja.
“Tidak ada posisi yang pasti. De Bruyne tidak tahu ia akan bermain di mana pada laga berikutnya. Sama seperti Xavi Hernandez dan Andres Iniesta di Barcelona. Mereka tidak ditetapkan untuk ada di kiri atau di kanan. Mereka hanya bermain,” kata Nevin.
Nevin menutup acaranya dengan mengatakan David Silva, Sterling, atau De Bruyne tidak akan peduli mereka main di posisi apa.
Gelandang bisa bermain di mana saja dan bisa mengendalikan lapangan tengah.
Itulah yang sedang dibangun Guardiola di City.
Editor | : | Anju Christian Silaban |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar