"Ia yang tidak bermain mengerahkan segalanya sama sekali tak memberikan apa-apa" atau "dengan 10 pemain tim kita tampil baik dibanding 11 (saat timnya bermain dengan sepuluh pemain di babak kedua)" menjadi dua kalimat yang pernah keluar dari mulut Herrera.
Disiplin dan tegas, seperti itulah penggambaran Herrera.
Di Inter contohnya, ia melarang pemain untuk merokok, minum minuman beralkohol, dan mengontrol diet.
Di Inter juga Herrera pernah menghukum pemainnya karena saat konferensi pers mengatakan kalimat yang tidak ambisius.
Pemain tersebut mengatakan "kami datang ke Roma untuk bertanding" bukan "kami datang ke Roma untuk menang".
Tak berhenti sampai di situ, Herrera jugalah yang memperkenalkan ritiro, yakni latih tanding sebelum laga yang biasa dimulai pada hari Minggu.
Masih ingat dengan sebutan pemain keduabelas bagi suporter? Herrera merupakan salah satu pelatih yang memberikan sebutan itu, melihat gerakan suporter garis keras yang disebut ultras mulai booming di tahun 1960-an.
(Baca Juga: Kiper Persipura Layangkan Sindiran Soal Keputusan Komdis PSSI)
Meski formasi atau taktik catenaccio aslinya bukan diciptakan olehnya, Herrera dikenal arsitek ulung dalam mengembangkan taktik bertahan tersebut dalam meraih gelar.
Pada final Liga Champions 1964 Inter Milan menggulung Real Madrid 3-1, formasi catenaccio pun semakin terkenal berkatnya dan mulai diterapkan sejumlah klub Italia bahkan tim nasional.
Meninggalkan Inter pada 1968, Herrera menyumbang tiga gelar Liga Italia (1963, 1965, dan 1966), dua Liga Champions (1964 dan 1965), dan dua Piala Dunia Antarklub (1964, 1965).
Pria yang berjuluk Il Mago (penyihir) dan La Grande Inter memutuskan pensiun usai melatih Barcelona lagi pada 1981.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar