Perdana Menteri Jepang saat itu, Junichiro Koizumi, bahkan meminta fan China untuk memeprbaiki sikap mereka.
Media China bahkan dianggap membuat konferensi pers timnas Jepang sebelum laga menjadi medan perang politis.
OTD 2004: A riot followed Japan's 3-1 Asian Cup Final win over China in Beijing. https://t.co/dAFy1rweFR pic.twitter.com/TE2jU8NdFj
— Brian Seal (@BrianSeal) August 7, 2016
Suporter China tak memberi sedikitpun ruang untuk timnas Jepang di dalam stadion.
(Baca juga: Si Pemuja Pengulangan Itu Bernama Maurizio Sarri)
Mereka memberi siulan setiap Jepang menguasai bola, membuat banner dan poster yang berisi pesan politik, hingga mengganggu dan tak menghormati ketika lagu kebangsaan Jepang diperdengarkan sebelum laga.
Bahkan di stadion, fan China menyanyikan lagu yang mengajak untuk memutilasi warga Jepang.
Meski begitu, tensi di luar lapangan sama sekali tak menjalar ke dalam lapangan. Partai ini menjadi final pertama China di kancah Asia dalam 20 tahun.
(Baca Juga: Tambal Posisi Cristiano Ronaldo, Pelatih Anyar Real Madrid Harus Coba Formasi yang Ia Tak Suka)
Pada jeda babak, kedua tim bermain imbang sebelum kemudian Jepang unggul pada menit ke-66 melalui gol yang kontroversial.
Tayangan ulang memeprlihatkan bahwa bek Jepang, Koji Nakata, mencetak gol menggunakan tangannya, tetapi wasit tetap mengesahkan gol tersebut.
Editor | : | Aditya Fahmi Nurwahid |
Sumber | : | Nytimes.com |
Komentar