Kerusuhan sempat terjadi di jalanan ibu kota China pada tanggal 7 Agustus 2004. Penyebabnya, timnas Jepang saat itu berhasil menjadi juara Piala Asia 2004.
Partai final Piala Asia 2004 mempertemukan timnas Jepang dengan tim tuan rumah, China.
Laga ini digelar di Workers Stadium di ibu kota China, Beijing dan dihadiri 62 ribu pasang mata yang langsung menonton di stadion.
Partai timnas Jepang kontra China ini bisa dibilang lebih dari sekadar partai sepak bola.
(Baca juga: 5 Hal yang Kita Pelajari dari Kemenangan Manchester City atas Chelsea)
Turnamen diselimuti sentimen anti-Jepang oleh tuan rumah, hal ini terjadi karena masih banyak publik China yang marah akan perlakuan orang Jepang kepada mereka pada Perang Dunia kedua.
Jelang laga, pihak berwajib dari kedua negara menunjukkan kekhawatiran mereka tentang tensi tinggi dari laga itu.
Pihak China kemudian menambah personil keamanan, sedangkan kedutaan Jepang memberi himbauan agar fan-fan Jepang untuk tak menarik perhatian orang-orang China.
(Baca Juga: Diterpa Rumor Transfer, Sikap Paul Pogba, Alderweireld, dan Courtois Tak Sama)
Perdana Menteri Jepang saat itu, Junichiro Koizumi, bahkan meminta fan China untuk memeprbaiki sikap mereka.
Media China bahkan dianggap membuat konferensi pers timnas Jepang sebelum laga menjadi medan perang politis.
OTD 2004: A riot followed Japan's 3-1 Asian Cup Final win over China in Beijing. https://t.co/dAFy1rweFR pic.twitter.com/TE2jU8NdFj
— Brian Seal (@BrianSeal) August 7, 2016
Suporter China tak memberi sedikitpun ruang untuk timnas Jepang di dalam stadion.
(Baca juga: Si Pemuja Pengulangan Itu Bernama Maurizio Sarri)
Mereka memberi siulan setiap Jepang menguasai bola, membuat banner dan poster yang berisi pesan politik, hingga mengganggu dan tak menghormati ketika lagu kebangsaan Jepang diperdengarkan sebelum laga.
Bahkan di stadion, fan China menyanyikan lagu yang mengajak untuk memutilasi warga Jepang.
Meski begitu, tensi di luar lapangan sama sekali tak menjalar ke dalam lapangan. Partai ini menjadi final pertama China di kancah Asia dalam 20 tahun.
(Baca Juga: Tambal Posisi Cristiano Ronaldo, Pelatih Anyar Real Madrid Harus Coba Formasi yang Ia Tak Suka)
Pada jeda babak, kedua tim bermain imbang sebelum kemudian Jepang unggul pada menit ke-66 melalui gol yang kontroversial.
Tayangan ulang memeprlihatkan bahwa bek Jepang, Koji Nakata, mencetak gol menggunakan tangannya, tetapi wasit tetap mengesahkan gol tersebut.
Penyerang Keiji Tamada kemudian menyudahi perlawanan China dengan gol pada menit ke-91, Jepang menang 3-1.
Setelah laga, kerusuhan pecah di jalanan Kota Beijing.
(Baca juga: Kegilaan Eks Pelatih Timnas Argentina di Liga Inggris, Pemain Disuruh Memungut Sampah Selama 3 Jam)
Suporter Jepang harus digiring keluar stadion dengan pengamanan dari pihak berwajib.
Fan China terlihat membakar bendera Jepang dan menyanyikan lagu-lagu bernada politis.
Japan won Asian Cup in 2004 after beat China in final. #nippon pic.twitter.com/j8pTON08yO
— Lelang Lawas (@lelanglawas) May 13, 2017
Beberapa perkelahian pecah dan banyak orang yang mengalami cedera, termasuk beberapa fotografer yang dihadiahi bogem mentah dari pihak kepolisian China.
Pihak berwajib China menganggap bahwa media Jepang terlalu membesar-besarkan apa yang sebenarnya terjadi di Beijing hari itu.
(Baca juga: Kisah Maurizio Sarri, Pelatih Modern yang Masih Percaya Takhayul)
Editor | : | Aditya Fahmi Nurwahid |
Sumber | : | Nytimes.com |
Komentar