Di Palu dulu minim ajang untuk pesepak bola usia dini. Kalaupun ada, sifatnya hanya pertandingan tarkam. Kalau di Jakarta, lebih banyak kompetisi yang diikuti. Begitu juga di Ragunan, malah bisa mengikuti turnamen internasional di luar negeri.
Bagaimana dengan program pembinaan yang kamu alami dulu di Palu?
Dulu di Palu bahkan belum ada Sekolah Sepak Bola (SSB). Memang ada pelatih sepak bola, tetapi tidak terlalu memerhatikan pemain anak-anak. Pelatih cuma datang dan menyuruh bermain, tidak ada program latihan. Bahkan tidak ada pemanasan, semua yang datang langsung disuruh bermain dalam gim. Tidak ada latihan teknik juga.
Berarti, skill Anda terasah secara otodidak?
Iya, saya banyak belajar sendiri soal skill sepak bola.
Anda merantau dan tinggal di asrama pada usia 14 tahun. Bagaimana rasanya dan adaptasi Anda?
Pertama-tama, saya merasa berat jauh dari orangtua. Tetapi, saya juga yakin tidak akan berkembang bila tetap di Palu. Mau tidak mau, saya memberanikan diri merantau ke Jakarta. Keputusan itu saya ambil bersama orangtua.
(Baca Juga: Timnas Indonesia Krisis Bek Kanan, Cuma Dua Sepanjang 2018)
Sebagai anak daerah di Ragunan, pernah merasa minder dengan rekan-rekan di Ragunan?
Editor | : | Andrew Sihombing |
Sumber | : | BolaSport.com, Tabloid Bola |
Komentar