Calon klub Egy Maulana Vikri, Lechia Gdansk, memang tak memiliki prestasi sepak bola yang membanggakan, namun mereka punya peran sejarah besar di Polandia.
Dalam sepak bola, sejarah mereka memang lebih sering diwarnai degradasi.
Namun, dalam dunia sosial-politik, Lechia Gdansk memiliki peran dan prestasi penting dalam menumbangkan komunis di Polandia.
Pada 28 Septe4mber 1983, Lechia Gdansk tampil di Piala Winners melawan klub raksasa Juventus.
Juve diperkuat Michel Platini, Paolo Rossi, dan bintang Polandia, Zbigniew Boniek.
Karena ini prestasi terbesar Lechia Gdansk, maka jumlah penonton membludak.
(Baca Juga: Kecewakan Jose Mourinho, Akankah Anak Tiri Man United Dipasang untuk Jaga Mohamed Salah?)
Bahkan, mereka sudah memenuhi Stadion Lechia jauh sebelum pertandingan.
Pada saat itu, Polandia merupakan negara yang sedang terpecah.
Pada 1980, penguasa komunis menandatangani kesepakatan dengan Solidarnosc, gerakan solidaritas di Gdansk untuk mengakhiri 17 hari pemogokan umum.
Solidarnosc merupakan gerakan anti-komunis yang sudah lama berkuasa.
Dan, Gdansk dan juga fans Lechia Gdansk merupakan jantung Solidarnosc yang menentang komunis itu.
Pada 1981, penguasa Jenderal Jaruzelski menerapkan darurat militer dan melarang Solidarnosc.
(Baca Juga: Jadwal dan Live Streaming Semifinal German Open 2018, Wakil Terakhir Indonesia Ditentukan dari Perang Saudara)
Namun, jutaan simpatisan Solidarnosc yang dimotori fans Lechia Gdansk, tetap melawan keputusan itu.
Mereka terus melakukan gerakan anti-kopmunis.
Sukses Lechia Gdansk tampil di Piala Winners dimanfaatkan sebagai kampanye anti-komunis.
Sehingga, pada saat menjamu Juventus, mereka memenuhi stadion bukan sekadar ingin menyaksikan pertandingan.
Namun, mereka memiliki misi utama merobohkan kekuasaan komunis di Polandia dengan gerakan mereka.
Seperti ditulis Karol nawrocki dan Mariusz Kordek dalam buku mereka, "Lechia v Juventus - Lebih dari Sebuah Pertandingan", terbaca bahwa pertandingan ini bermuatan politis.
(Baca Juga: 7 Pemain Asia Tenggara yang Berkarier di Eropa, Satu Ada di Liga Inggris)
Sejak lama, Gdansk memang anti-komunis dan berani melakukan perlawanan.
Bahkan, di Polandia terkenal bahwa hanya ada 3 tempat yang aman untuk mengekspresikan anti sistem.
Pertama di galangan kapal, kedua di Gereja St Bridget, dan ketiga di Gdansk.
Sebab itu, laga Lechia Gdansk lawan Juventus menjadi kesempatan besar untuk mengekspresikan perlawanan mereka kepada sistem komunis.
Apalagi, pertandingan itu disiarkan televisi secara global.
Pemimpin gerakan anti komunis, Lech Walesa, juga hadir dalam pertandingan itu.
Polisi dan tentara kesulitan, karena Walesa akan datang menyaksikan pertandingan.
Pemerintah berusaha keras menghalangi Walesa datang, bahkan sampai membuat fitnah lewat acara televisi yang direkayasa.
Pada babak pertama, ribuan penonton terfokus pada pertandingan.
Namun, pada babak kedua, salah satu tokoh Solidarnozc, Piotr Adamowicz, diwawancara televisi NBC dan CBS.
Di layar tampak Walesa berada di antara kerumunan penonton.
Lama-lama, teriakan penonton berubah menjadi gerakan politik, "Solidarnosc...! Solidarnosc...! Solidarnosc...!"
Hampir semua penonton meneriakkan kata sakral itu, hingga terdengar ke ruang ganti.
Manajer Lechia Gdansk, Jerzy Jastrzebowski mengatakan, ia begitu merinding mendengar teriakan itu di masa istirahat.
"Kami masih di ruang ganti di masa rehat pergantian babak dan kami mendengar teriakan itu. Seluruh orang menyanyikan Solidarnosc," katanya.
Pemerintah begitu ketakutan nyanyian Solidarnosc itu akan didengar dan dilihat seluruh negeri, karena disiarkan langsung.
Pemerintah kemudian memerintahkan agar siaran itu tanpa suara.
Lechia Gdansk memang kalah 2-3 dan secara agregat kalah 2-10.
Namun, laga mereka di leg pertama begitu bersejarah.
(Baca Juga: Tak Kunjung Moncer, Maria Sharapova Putuskan Berpisah dengan Sang Pelatih)
Sebab, nyanyian Solidarnosc para suporter Lechia Gdansk tetap menggema ke seluruh negeri.
Bahkan, yanyian itu menjadi penyemangat untuk terus melawan sistem komunis di Polandia.
Gerakan anti-komunis di sepak bola itu menjadi benih luar biasa yang terus tumbuh dan berkembang.
Akhirnya, pada 1989 desakan Solidarnosc membuat pemerintah komunis bersedia menggelar pemilihan umum.
Hasilnya, pemimpin Solidarnosc, lech Walesa, memenangkan pemilu dan menjadi presiden Polandia pada 1990.
Itu menjadi akhir komunis di Polandia dan keruntuhannya tak lepas dari gerakan Solidarnosc di Gdansk yang mayoritas suporter Lechia Gdansk.
Ketika mengingat pertandingan lechia Gdanks lawan Juventus di Gdansk itu, Walesa tersenyum dan bangga.
"Kenapa pihak keamanan membiarkan saya masuk ke stadion?" katanya suatu saat, masih heran.
"Mungkin mereka pikir saya akan dikecam di stadion, setelah sebelumnya mereka memfitnah saya lewat acara televisi. Mereka pikir seluruh negeri akan mengecam saya dan pertandingan itu akan menjadi akhir saya," katanya.
Sebab itu, meski Lechia Gdansk bukan tim besar dan penuh prestasi, tapi mereka tetap dihormati seluruh negeri di Polandia.
Sekarang, sesuai informasi Kementerian Olahraga Indonesia, klub itu akan diperkuat salah satu pemain muda terbaik Indonesia.
Dia adalah Egy Maulana Vikri.
Editor | : | Hery Prasetyo |
Sumber | : | theguardian.com |
Komentar