Direktur Utama Persija Jakarta, Gede Widiade berjanji akan membuat inovasi terhadap gelaran kompetisi internal klub asal ibu kota ini. Bahkan, tim-tim amatir yang selama ini di bawah Persija bisa punya dana berlebih.
Selama beberapa tahun terakhir, kompetisi internal Persija tak berkembang karena berbagai alasan.
Tahun ini, kompetisi internal Persija bahkan belum berhasil digelar karena kendala kesulitan mencari lapangan.
Gede Widiade mengakui bahwa menggelar kompetisi internal merupakan sebuah tantangan.
Pengusaha asal Bali itu mengaku bahwa dia pernah mengalami situasi serupa saat masih menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Kota (Askot) PSSI Surabaya.
(Baca juga: Andik Vermansah Sumbang Satu Gol dan Assist di Laga Pamungkas Liga Super Malaysia 2017)
Dengan modal itu, Gede Widiade yakin bahwa permasalahan mandeknya kompetisi internal Persija bisa diatasi.
"Saya pernah menjadi Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Kota (Askot) PSSI Surabaya. Kompetisi internal bertujuan sebagai wadah pembinaan dan prestasi. Saya baru datang di Persija dan sedang mempelajari klub ini."
"Kompetisi usia muda, mau pakai apa? Yayasan atau yang lain? Kami kerja sama dengan Yayasan Persija untuk memutar kompetisi junior. Di ibu kota, harus ada kompetisi," kata Gede Widiade di kantor Persija, Jumat (27/10/2017).
(Baca juga: Kualifikasi Piala Asia U-19 2018 - Juara Turnamen Ini Edisi 1985 Jadi yang Kedua Setelah Indonesia)
Masalah dana dan kurangnya lapangan sepak bola menjadi masalah klasik yang terus dihadapi klub-klub internal untuk berkompetisi.
Namun, Gede punya pengalaman sukses menggelar kompetisi usia muda di Surabaya dan berkontribusi besar dalam lima tahun penyelenggaraan sejak 2012.
Pria yang juga menjabat sebagai COO Bhayangkara FC itu menyebut, bahwa kompetisi usia muda harus dikemas secara baik agar bisa berjalan menarik.
"Pembiinaan harus dengan berbagai cara, supaya tepat guna. Sebuah pembinaan atau kompetisi dibuat rencana dengan bagus, supaya insan sepak bola tertarik."
"Pemain dan wasit harus menikmati. Waktu masih jadi Ketum Askot PSSI Surabaya, saya membuat kompetisi dengan match winner fee. Di putaran pertama, setiap tim yang menang dapat fee Rp 1 juta, kalah Rp 500 ribu, dan panpel tuan rumah Rp 1,5 juta."
"Semuanya dapat. Masuk ke final, tim juara dapat Rp 16 juta dan kalah Rp 8 juta. Jadi kompetisi berjalan menarik. Total biaya yang saya habiskan sekitar Rp 800 juta," ujarnya menjelaskan.
Intinya, Gede ingin membuat gelaran ini menjadi menarik sehingga semua pihak yang terlibat serius menjalaninya.
(Baca juga: 5 Pemain Asia Tenggara yang Berstatus Pilar Asing di Liga Jepang Musim 2017, Siapa Saja?)
Namun hal ini belum bisa dilakukannya dalam waktu dekat karena masih fokus untuk mengurus Persija yang berlaga di Liga 1.
"Di awal kompetisi Liga 1, Persija sempat terpuruk. Jadi saya memilih fokus ke Persija dulu terlebih dahulu."
"Buat apa saya fokus di banyak hal kalau Persija terpuruk. Setelah kompetisi selesai, saya baru bisa memikirkan yang lain," ujar Gede menegaskan.
Selain berfungsi sebagai pembinaan usia muda, kompetisi internal digelar untuk mencari bakat-bakat terbaik di Jakarta.
Pemain-pemain berbakat itu nantinya bisa ditarik ke tim senior yang menjadi kebanggaan Jakarta.
Hal itu sudah lazim dilakukan Persija pada periode 1970-1980-an dengan banyak menarik pemain-pemain berbakat hasil dari kompetisi internal klub.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar