Lihat saja yang dilakukan PSSI sejauh ini. Baru bangkit kembali di awal tahun dengan kepengurusan baru, PSSI dengan gagah menyebut target merebut medali emas SEA Games 2017 dan lolos ke empat besar Asian Games tahun depan.
Saya bukannya tak percaya bahwa terkadang ada hal yang bisa didapat secara instan.
Toh dalam tulisan berjudul "Hotel Krusek" dan Bandung Bondowoso di buku Manusia dan Perjalanan, Dari Pulau Buru ke Venezia (2006), Sindhunata mengisahkan bahwa warga Unit III di Pulau Buru bisa sukses membangun dua buah bangunan gereja hanya dalam tempo sehari semalam!
PSSI memang sudah menyediakan semuanya, atau lebih tepat hampir semua, untuk pencapaian target di SEA Games 2017.
Pelatih yang punya reputasi mentereng didatangkan, pemain muda diberi jatah tampil di kompetisi profesional, hingga beberapa kali sesi pemusatan latihan yang mesti dihadiri pemain.
Tetapi, PSSI "lupa" menyediakan iklim kompetisi yang mendukung.
Para pemain, yang dipaksa matang itu, dibiarkan berkubang dalam kebiasaan kurang baik di kompetisi nasional hingga terbawa-bawa ke ajang internasional.
Contohnya? Bukankah perilaku sejumlah pemain di laga kontra Kamboja merupakan cerminan dari liga domestik?
Bukankah regulasi kompetisi yang berubah-ubah di satu sisi juga bisa dilihat sebagai dosa?
Jangan salah sangka, bukan cuma PSSI yang perlu segera memalingkan wajah dari dosa di sepak bola.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar