Nasib Semen Padang FC, yang tengah menata asa kembali ke Liga 1, dibayangi dilema internal dan eksternal.
PT Semen Padang yang selama ini menjadi induk semang klub, tengah mengalami “tekanan” dari perusahaan induknya, PT Semen Indonesia (SI).
Hal itu ditandai dengan maraknya demonstrasi dan hiasan spanduk di kawasan pabrik semen tertua di Indonesia itu, Indarung Kenagarian Lubuk Kilangan, Kecamatan Lubuk Kilangan Padang.
Intinya, masyakarat lingkungan pabrik yang nota bene adalah pemilik ulayat tempat berdirinya pabrik dan bahan baku utama pabrik, Bukit Karang Putih, tak rela perusahaan ini menjadi “Unit Produksi” dari PT SI.
Mereka menuntut agar PT Semen Padang kembali menjadi perusahaan yang berdiri sendiri dan kalau perlu lepas dari PT SI.
Wacana yang beredar, pemerintah akan menyatukan semua pabrik semen plat merah menjadi satu perusahaan besar.
Belajar dari kasus yang pernah dialami rakyat Sumatra Barat pada PT Tambang Batubara Ombilin (TBO) di Sawahlunto, yang dilebur menjadi PT Bukit Asam dan berkantor pusat di Bukit Asam Sumsel. Lalu, TBO menjadi Unit Produksi Ombilin (UPO).
(Baca Juga: Serba-serbi Diego Costa - Debut, Cetak Gol, Cedera, Berantem!)
Jika hal itu terjadi, tentu akan berimbas lansung kepada tim berjulukan Kabau Sirah.
Nasib tim Semen Padang bakal menjadi lebih parah setelah terdegradasi ke Liga 2, lalu semakin tak jelas akan masa depannya.
Meski sejauh ini belum berimbas langsung, kekhawatiran akan hal itu terus meruyak di berbagai lapisan masyarakat Kota Padang maupun Sumatra Barat.
Mereka takut Semen Padang FC bakal tinggal nama. Sejarah panjang sejak didirikan pada 1980 bakal menjadi kenangan memilukan.
Adalah Gubernur Sumatra Barat kala itu, Azwar Anas, yang meminta perusahaan besar satu-satunya di Bumi Ranah Minang untuk mendirikan klub sepak bola semi profesional.
Hal itu juga beranjak dari keengganan Azwar Anas menerima klub Pardedetex Medan untuk pindah home-base dari Stadion Teladan ke Stadion Imam Bonjol.
Pardede yang datang menemui Azwar Anas menceritakan kenapa klub yang ia dirikan memilih hengkang dari Medan.
Alasan utamanya adalah kurang mendapat tempat di hati bolamania Medan karena mereka lebih memilih PSMS Medan.
(Baca Juga: Ini Harapan Legenda Persib untuk Victor Igbonefo dan Bojan Malisic)
Selain itu, antusiasisme warga Padang untuk menyaksikan pertandingan sepak bola dinilai luar biasa.
Setiap ada pertandingan di Stadion Imam Bonjol selalu penuh sesak.
Stadion yang dibangun oleh tokoh-tokoh sepak bola masa lalu itu tak kuasa menampung bludakan penggemar sepak bola yang datang dari berbagai kota dan kabupaten di Ranah Minang.
Kenapa harus klub dari luar?
Pertanyaan inilah yang menjadi salah satu pemicu lahirnya klub Kabau Sirah.
Semena Padang kini menjadi satu-satunya klub yang lahir pada era Galatama yang masih eksis.
Generasi di atas dan di bawahnya, seperti Niac Mitra, Warna Agung, Kramayuda Tiga Berlian, Arseto, Caprina Bali, dan lain-lain sudah lenyap ditelan masa.
Kini, “Kabau Saiukua” (Kerbau seekor) itu pun bakal “dibunuh”. Seiring dengan lenyapnya nama PT Semen Padang menjadi Unit Produksi PT Semen Indonesia.
Tak ada lagi kabanggaan warga Padang. Nama pabrik sudah berganti, nama klub sepak bola pun bakal tak jelas.
(Baca Juga: 5 Alasan Philippe Coutinho Berhasil Mendarat di FC Barcelona)
Sejarah panjang pabrik dan PS Semen Padang bakal tinggal kenangan?
Tak salah bila Anak Nagari Lubuk Kilangan protes. Mereka ingin mempertahankan sejarah itu semuanya, yakni pabrik Semen Padang dan klub sepak bola Semen Padang.
Seperti dikutip dari buku “Kabau Merah dari Indarung” (Januari 2002) yang ditulis dua wartawan sepak bola Sumbar mengatakan; “Citra dan harga diri tak bisa diukur dengan uang. Karena dana besar belum tentu mampu membuat eksis sebuah tim sepak bola”.
Kemudian, Azwar Anas, mantan Ketua Umum PSSI, menyampaikan pesannya dalam buku yang sama agar mempertahankan klub Semen Padang, apapun yang terjadi.
Kalau sampai bubar, rakyat Sumbar tak punya kebanggaan lagi. Sebab sepak bola adalah olahraga rakyat yang disenangi semua orang.
Wartawan Senior Hardimen Koto dalam buku yang sama juga menyebutkan kalau selama ini kita kurang menghargai sejarah.
Sehingga, ketulusan Azwar Anas, Rustam Gafur, Syahrul Ujud, Joni Marsinih, dan beberapa nama lain yang membidani kelahiran klub Galatama Semen Padang, akan tenggelam ditelan sejarah itu sendiri.
(Baca Juga: Pilar Asing Persib Bandung Ini Dibuatkan Patung di Ghana, Cek Penampakannya!)
Hari ini, sejarah itu belum tenggelam. Tetapi, jika keinginan PT SI menjadikan PT Semen Padang sebagai Unit Produksi, sejarah itu bakal benar-benar hilang. Padahal, Semen Padang FC sudah di simpang jalan.
Tak ada lagi kebanggan itu. Tak akan ada lagi ukiran sejarah lahirnya pesepak bola berkelas nasional dari Ranah Minang.
Sumbar tak lagi menjadi pelaku kompetisi sepak bola Indonesia, tetapi menjadi penonton yang setiap saat akan mengusap dada.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar