Luis Milla juga menolak anjuran dari tokoh-tokoh sepak bola nasional dan mantan pemain yang meminta ia menerapkan sepak bola tiki-taka di timnas.
Katanya, ia harus menyesuaikan program latihan dengan karakter pesepak bola di Tanah Air. Tidak bisa dipaksakan dengan gaya tiki-taka atau milik negara lain.
Hal mencolok dari Luis Milla yang juga saya perhatikan adalah ia selalu membela pemain.
Tak ada pemain yang ia biarkan menerima kritikan atau celaan dari pihak luar, termasuk tokoh atau mantan pesepak bola kita.
Totalitas Luis Milla dalam bekerja untuk timnas Indonesia juga terlihat dalam wujud kesedihannya yang luar biasa ketika kita kalah dari Uni Emirat Arab.
Sayang, saya tidak sempat merekam momentum saat ia menangis di hadapan pemain usai pertandingan itu.
Saya tidak menduga ia akan begitu sedih dan sangat terpukul. Saya tidak berbohong soal ini.
Soal pemberitaan reaksi Luis Miulla terhadap wasit yang memimpin laga Indonesia versus UEA, menurut saya Luis Milla tidak marah.
Hanya, ia menyebut wasit tersebut tidak pantas memimpin pertandingan di event sebesar Asian Games.
Lalu, ke depan seperti apa?
Pertama, saya berharap PSSI mau kembali memakai Luis Milla sebagai pelatih tim nasional.
Asistennya bisa siapa saja, tak harus saya. Tetapi, alangkah baiknya bila Luis Milla yang memimpin timnas berlaga di Piala AFF 2018.
Bagi saya pribadi, Sabtu (25/8/2018) sore saya kembali ke Pekanbaru.
Saya akan kembali melatih anak-anak di Pekanbaru, yakni di Akademi Sepak Bola Tiga Naga.
Kita tunggu saja bagaimana komposisi tim pelatih saat rencana beruji coba pada pertengahan September nanti. Semoga ada Luis Milla di dalamnya.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar