Insiden benturan yang menyebabkan tewasnya Choirul Huda di lapangan membuat kualitas penanganan medis di sepak bola Indonesia menjadi pusat perhatian.
Huda meninggal karena berbenturan dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues, saat mengamankan gawangnya dari ancaman Marcel Sacramento pada menit ke-44 dalam duel LIga 1 di Stadion Surajaya, Lamongan, Jawa Timur, Minggu (15/10/2017) sore WIB.
Peristiwa berawal saat Huda berusaha menyongsong bola yang tengah diperebutkan Ramon dan Marcel.
Saat itulah kaki Ramon membentur dada Huda dengan sangat fatal.
Sesaat setelah berbenturan, Huda tampak kesakitan memegang dada sambil melipat tubuhnya.
Segera saja Huda tidak sadar dan dilarikan ke rumah sakit.
Namun banyak netizen yang menyesalkan penanganan tim medis yang dianggap kurang tanggap dan tidak memiliki SOP.
Tak hanya itu saja penjaga gawang Gresik United, Aji Saka, serta Fisioterapis PS TNI, Matias Ibo juga menyoroti performa tim medis dalam laga tersebut.
Dirangkum BolaSport.com dari berbagai sumber berikut 2 hal penting yang tak dilakukan tim medis kala menolong Choirul Huda:
1. Tidak Membuka Jalan Napas
Aji Saka, yang pernah mengalami kecelakaan fatal serupa di lapangan menyoroti tindakan tim medis yang tak membuka jalan nafas Choirul Huda.
Dalam laga Gresik United kontra Arema FC pada Juli 2017, kepala Aji Saka sempat membentur tiang hingga menyebabkan kiper berusia 26 tahun ini kejang-kejang.
Untungnya, Aji segera mendapatkan pertolongan dari Cristian Gonzales yang membuka mulut Aji sambil menunggu bantuan medis masuk ke lapangan.
"Padahal hal pertama yang harusnya dilakukan itu mulutnya dibuka terus, biar jalan nafasnya terbuka. Karena resikonya besar, hitungan detik oksigen tidak masuk ke otak bisa fatal," ujar Aji Saka
(Baca juga: Terungkap, Rupanya Ini Alasan Choirul Huda Memilih Membela Persela Lamongan Seumur Hidup)
Hal senada juga diungkapkan oleh Fisioterapis PS TNI, Matias Ibo.
"Kalau melihat gejala-gejala tabrakan seperti tadi, yang pertama dilakukan adalah memastikan lidahnya tertelan atau tidak. Ini bisa diketahui dari cara dia minta udara atau cara dia bergerak. Itu pertama yang harus dilakukan." ucap Matias
Pada Maret 2017 lalu, Pemain Atletico madrid, Fernando Torres juga mengalami benturan kepala yang menyebabkan pemain berusia 33 tahun itu kejang di lapangan.
Sama seperti Aji, Torres beruntung karena segera setelah kepalanya menyentuh tanah, rekan satu timnya segera membuka jalan nafas Torres sambil menunggu tim medis masuk ke lapangan.
2. Tidak Memakaikan Pengaman Leher (Cervical Collar Neck)
Menurut standar FIFA, pemain yang dicurigai mengalami cedera leher, atau tulang belakang, dan pemain yang tak sadar di lapangan sama sekali tidak boleh digerakkan atau dipindah.
Hal ini dikarenakan, pemain tersebut berpotensi mengalami cedera spinal atau tulang belakang.
Pemindahan yang salah pada pasien yang mengalami cedera spinal bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.
Pasien tersebut harus distabilkan posisi leher, kepala, dan tulang belakangnya terlebih dahulu sebelum dipindahkan dengan sangat hati-hati.
Pada kasus cedera fatal Fernando Torres, tim medis tak lupa memakaikan pengaman leher atau collar neck pada Torres sebelum menandu pesepak bola asal Spanyol itu ke luar lapangan.
Hal ini tidak dilakukan pada Choirul Huda.
Padahal Kepala unit Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Soegiri Lamongan, tempat Choirul Huda dirujuk, mengatakan bahwa ada kemungkinan Huda mengalami trauma leher.
Dokter Yudistiro Andri Nugroho, Spesialis Anastesi mengatakan, "Sesuai analisis awal benturan ada di dada dan rahang bawah. Ada kemungkinan trauma dada, trauma kepala, dan trauma leher. Di dalam tulang leher itu ada sumsum tulang yang menghubungkan batang otak. Di batang otak itu, ada pusat-pusat semua organ vital, pusat denyut jantung, dan napas."
Sertifikat Khusus
Tim medis tampaknya geram terhadap beberapa pihak yang meragukan penanganan mereka saat menangani insiden Choirul Huda.
Ketua Tim Medis Persela Lamongan, Budi Wignyo Siswoyo, menjelaskan bahwa mereka telah melakukan yang terbaik.
Ia menyebut penanganan yang telah dilakukan tim medis sudah sesuai prosedur yang benar.
Selain itu Budi menyebut tim media yang berada di Stadion Suraya Lamongan saat itu merupakan tim yang telah profesional dibidangnya.
Tim medis tersebut terdiri dari sepuluh anggota, delapan tandu (empat di selatan empat di utara) dan dua dokter tim, sudah memiliki sertifikat khusus.
(BACA JUGA: Kematian Choirul Huda Buat Kiper Bali United Ini Alami Trauma)
Diantaranya sertifikat khusus untuk penanganan luka dan juga jantung.
"Kalau tim medis yang bertugas tentu sudah profesional, dan punya sertifikat penanganan emergency baik luka trauma ataupun jantung," ujar Budi seperti dikutip BolaSport.com dari Surya.co.id.
Baginya, seluruh upaya untuk mengembalikan kesadaran Huda telah dilakukan petugas, bahkan hingga tiba di rumah sakit petugas masih berupaya, meski akhirnya Huda harus meninggal dunia.
(BACA JUGA: Terpopuler OLE - Klub yang Terancam ke Liga 2, Demo Bobotoh, Penyesalan Pemain atas Kepergian Choirul Huda)
"Kami telah berusaha, berupaya sekuat mungkin."
"Namun Tuhan berkehendak lain," tutur pria yang sudah bergabung menjadi tim medis di Persela selama 5 tahun itu.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, banyak pihak menyoroti masalah penanganan penyelamatan yang dilakukan tim medis pada Choirul Huda yang dinilai tidak sesuai prosedur.
Choirul Huda akhirnya harus menghembuskan nafas terkahir usai mendapat kecelakan di lapangan saat menyelamatkan gawang satu-satunya klub yang telah dibela disepanjang kariernya, Persela Lamongan.
Diakhir hayatnya pun, Choirul Huda berhasil mengantar Persela Lamongan meraih poin penuh saat menjamu Semen Padang, Minggu (15/10/2017).
Klarifikasi PMI
Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Lamongan mengeluarkan klarifikasi terkait insiden meninggalnya kiper Persela Lamongan, Choirul Huda.
Penjaga gawang Laskar Joko Tingkir tersebut menghembuskan nafas terakhirnya setelah membela Persela di laga pekan ke-29 melawan Semen Padang.
Klarifikasi yang dikeluarkan PMI Kabupaten Lamongan tersebut disampaikan menyusul banyaknya tudingan yang mengarah bahwa kinerja tim medis yang buruk.
Namun nyatanya yang terjadi justru diluar dugaan publik yang sebelumnya sempat memvonis bahwa tim medis dalam hal ini adalah PMI Lamongan tidak becus.
Dalam pernyataannya, PMI Kabupaten Lamongan menegaskan tidak pernah bertugas dan tidak pernah bekerja sama dalam tim medis Persela di ajang Liga 1.
(Baca Juga: Mengenang Kepergian Choirul Huda dan Menyelami Prinsip Makna Kesetiaan)
"PMI Kabupaten Lamongan selama ini tidak pernah bertugas dan tidak pernah bekerja sama dalam Tim Medis Persela Lamongan juga termasuk dalam pertandingan antara Persela Lamongan melawan Semen Padang pada hari Minggu tanggal 15 Oktober 2017 bertempat di Stadion Surajaya Lamongan," tulis PMI Lamongan dalam klarifikasinya.
Hal tersebut juga termasuk dalam pertandingan antara Persela Lamongan kontra Semen Padang di Stadion Surajaya, Lamongan, Minggu (15/10/2017) lalu.
Lebih dari itu, rilis yang dikemukakan oleh PMI Kabupaten Lamongan juga mengharap kepada segenap publik agar tidak mudah terpengaruh oleh berita hoaks.
Terlebih, dalam era modern saat ini yang mana media sosial begitu mudah merasuk sebagai informasi yang kiranya tak perlu ada sumber jelas nan akurat.
PMI Kabupaten Lamongan juga turut mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya Choirul Huda yang merupakan putra kebanggaan Lamongan.
Editor | : | Nina Andrianti Loasana |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar