"Dia baru ke Bandung saat mempersiapkan diri mengikuti turnamen. Baru saat kelas 5 SD dia tinggal di asrama Mutiara," ucap Fransiska.
"Saat Gregoria tinggal di asrama, saya sampai tidak bisa tidur nyenyak selama tiga bulan. Tetapi, kami selalu berkomunikasi. Selama di asrama, Gregoria tidak pernah mengeluh. Dia anaknya kendel (berani), jadi gampang kenal dengan siapa saja," kata Fransiska.
Fransiska kerap menjenguk Gregoria selama dua bulan sekali.
"Kadang lebih cepat dari itu saya ke Bandung karena Gregoria seringkali kehilangan ATM ha-ha-ha. Jadi, saya kesana untuk mengurus ATM baru. Gregoria anaknya suka teledor, sering lupa menyimpan barang," ucap Fransiska.
Pada 2013, Gregoria meraih lima gelar sirkuit nasional (sirnas) yang mengantarnya masuk pelatnas. Selama di pelatnas, Fransiska jarang berkunjung ke Cipayung.
"Gregoria sibuk mengikuti turnamen, jadi saya jarang menengoknya. Kalau ada kesempatan ke Cipayung, biasanya dia minta dibawan kacang mete untuk dibagikan kepada teman-temannya. Wonogiri dikenal sebagai penghasil kacang mete," tutur Fransiska.
Fransiska juga jarang menyaksikan Gregoria bertanding secara langsung. Saat kejuaraan dunia lalu, dia hanya menyaksikan aksi anaknya lewat telepon seluler (ponsel).
"Gregoria melarang saya dan Papanya menonton langsung agar dia bisa lebih konsentrasi," ujar Fransiska.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) PB Mutiara Cardinal Umar Djaidi mengatakan bahwa saat mulai dibina pada kelas 5 SD, Gregoria menunjukkan semangat pantang menyerah.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | - |
Komentar